Advertisement
Analisis | Selera Musik di Indonesia Cenderung Lagu Sedih - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Selera Musik di Indonesia Cenderung Lagu Sedih

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Pendengar Spotify di Indonesia paling sering memutar lagu-lagu sedih, murung, dan marah. Berbagai lagu yang dirilis pemusik beberapa tahun terakhir ini juga cenderung lebih sedih, termasuk musik dangdut.
Dzulfiqar Fathur Rahman
23 Mei 2022, 07.48
Button AI Summarize

Pendengar musik di Indonesia memiliki selera terhadap lagu-lagu sedih, murung, atau marah. Data dari Spotify, platform pemutar audio yang berbasis di Stockholm, Swedia, menunjukkan preferensi itu.

Spotify menyusun sebuah algoritma yang menentukan seberapa positif atau bahagia sebuah lagu dalam skala antara 0 dan 1. Ukuran persepsi ini disebut valensi. Semakin rendah maka sebuah lagu dinilai sedih.

Lagu “Apalah (Arti Menunggu)” dari Raisa, misalnya, memiliki valensi serendah 0,29. Di sisi lain, “Mobil Balap” dari Naif mendapat 0,84.

Daftar putar lagu teratas atau 50 lagu terpopuler dalam seminggu terakhir di Spotify mencerminkan pengguna di Indonesia cenderung mendengarkan musik yang sedih. 

Rata-rata valensi daftar putar lagu teratas Indonesia diperkirakan hanya 0,38. Valensi ini berdasarkan data per 13 Mei 2022. Ini merupakan yang terendah di antara daftar putar serupa untuk negara atau daerah lain di Spotify.

Sebuah scatter plot yang menunjukkan rata-rata valensi daftar putar Lagu Teratas di Spotify yang tersedia untuk 58 negara dan daerah berdasarkan data dari platform pemutar audio tersebut. Scatter plot ini menunjukkan bahwa Lagu Teratas Indonesia memiliki valensi yang paling rendah.

Kisah patah hati atau jatuh cinta menggambarkan sebagian besar lagu-lagu populer di Indonesia. Dalam daftar putar Lagu Teratas Indonesia, lagu “traitor” dari Olivia Rodrigo merupakan yang paling murung.

Tidak semua lagu dengan lirik yang kurang bahagia memperoleh valensi yang rendah, seperti “Hati-Hati di Jalan” oleh Tulus. Lagu tersebut memiliki valensi yang mirip dengan lagu “Every Summertime” dari Niki.

The Economist mencatat, pada umumnya kepositifan lagu-lagu yang paling banyak diputar di Spotify cenderung bervariasi dari bulan ke bulan di berbagai negara. Pendengar cenderung memilih lagu-lagu yang lebih positif pada bulan Juli.

Walaupun preferensi pendengar di Indonesia menyimpang dari tren global, mereka memiliki kemiripan dengan pendengar di beberapa negara tetangga, termasuk Malaysia. Daftar putar lagu teratas negara serumpun ini memiliki rata-rata valensi yang senada.

Sebuah small multiples histogram yang menunjukkan distribusi lagu-lagu dalam daftar putar Lagu Teratas Indonesia, Malaysia dan Global di Spotify berdasarkan data dari platform pemutar audio tersebut. Ada dua baris dalam small multiples ini. Baris pertama menunjukkan distribusi lagu menurut valensi dan yang kedua menurut danceability. Baik untuk valensi maupun danceability, distribusi lagu teratas di Indonesia dan Malaysia memliki bentuk yang mirip, menandai selera musik yang mirip.

Lagu-lagu yang paling sering diputar di Indonesia dan Malaysia juga memiliki danceability yang mirip. Dengan skala antara 0 dan 1, Spotify menggunakan ukuran persepsi ini untuk menilai seberapa cocok sebuah lagu untuk berdansa atau menari berdasarkan beberapa unsur musik, seperti tempo, stabilitas ritme, dan kekuatan ketukan (beat).

Mayoritas lagu-lagu populer di Indonesia dan Malaysia memiliki danceability antara 0,25 dan 0,75. Sementara itu, lagu-lagu dalam daftar putar lagu teratas global sebagian besar memiliki danceability lebih dari 0,5.

Beberapa genre diperkirakan memiliki kecenderungan terhadap lagu-lagu yang negatif atau sebaliknya. Katadata mengelompokkan sekitar 30.000 lagu berdasarkan hasil pencarian terhadap daftar putar aliran musik populer utama di Spotify. Daftar putar tersebut telah dikurasi oleh Spotify ataupun pengguna.

Grafik batang yang menunjukkan rata-rata valensi untuk lagu-lagu di Spotify yang dipilih menurut 10 genre populer utama berdasarkan data dari platform pemutar audio tersebut. Grafik ini menunjukkan bahwa ada beberapa lagu yang punya kecenderungan terhadap lagu-lagu ceria, yaitu reggae dan dangdut, keduanya memiliki rata-rata valensi tertinggi. Namun, ada juga genre yang punya kecenderungan terhadap lagu-lagu sedih, murung atau marah, yaitu jazz, metal dan electronic.

Dangdut cenderung terdengar lebih positif dibandingkan genre populer utama yang lain. Namun, terdapat beberapa lagu yang memiliki valensi relatif rendah, seperti “Banyu Langit” yang dinyanyikan oleh Nella Kharisma. Ini merupakan lagu tentang patah hati dari Didi Kempot.

Dangdut merupakan musik populer Indonesia yang cocok untuk berjoget, sehingga sebagian besar lagunya mendapat danceability yang tinggi. Tapi tidak ada lagu dangdut yang masuk ke dalam daftar putar lagu teratas Indonesia.

Selain metal dan electronic, jazz juga cenderung lebih negatif. Ardhito Pramono, misalnya, memiliki beberapa lagu yang terdengar murung menurut Spotify. Misalnya, “Di Senayan” dan “I Placed My Heart” yang mendapat valensi kurang dari 0,1. Lagu instrumental seperti “Promise of Spring” dari Joey Alexander juga mendapat valensi yang rendah.

Hampir semua genre populer utama menunjukkan tren yang mirip, yaitu lagu-lagu yang dirilis semakin sedih, murung atau marah dari tahun ke tahun. Hanya lagu-lagu pop yang menunjukkan tanda-tanda menyimpang dari tren ini.

Sebuah small multiples grafik garis yang menunjukkan rata-rata valensi untuk lagu-lagu di Spotify yang dipilih menurut 10 genre populer utama dari tahun ke tahun berdasarkan data dari platform pemutar audio tersebut. Rata-rata valensi memiliki volatilitas yang cukup menonjol untuk beberapa genre, seperti jazz pada tahun 1940-an hingga 1960-an. Tapi semua genre menunjukkan tren penurunan valensi yang mirip, kecuali pop

Lagu-lagu dangdut diperkirakan terdengar lebih positif antara akhir 2000-an dan pertengahan 2010-an. Dalam beberapa tahun terakhir, lagu-lagu genre ini terdengar kurang bahagia, walaupun rata-rata valensinya tidak serendah yang terlihat pada 1980-an dan 1990-an.

Dengan volatilitas yang lumayan menonjol untuk lagu-lagu yang dirilis sebelum 1990-an, lagu-lagu jazz menunjukkan tren valensi yang cukup stabil. Pada umumnya, kepositifan lagu-lagu genre ini masih mirip dengan yang terlihat pada akhir 1990-an.

Editor: Aria W. Yudhistira