Dalam berbagai survei nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo selalu berada di puncak elektabilitas pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Namun, tingkat elektabilitas tersebut belum menempatkannya dalam posisi aman sebagai calon presiden maupun memenangkannya.
Sampai saat ini, Ganjar belum memperoleh dukungan resmi dari partai-partai politik. Dia baru memperoleh dukungan resmi dari partai-partai kecil yang suaranya belum cukup untuk meloloskan calon ke pertarungan kandidat presiden.
Bahkan Ganjar diketahui mendapatkan teguran dari PDIP, partai politik tempatnya bernaung, karena dianggap kebablasan menyatakan kesiapan menjadi calon presiden.
Dewan Kehormatan PDIP menilai dia telah melanggar instruksi terkait komunikasi politik. Hal ini karena keputusan siapa yang bakal bertarung dalam Pilpres 2024 ada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
(Baca: Mengapa Anies Unggul Head to Head di Mata Pemilih Muda?)
Tantangan Ganjar selanjutnya adalah tingkat elektabilitasnya yang belum meyakinkan. Memang dia selalu berada di puncak, tetapi potensi keterpilihannya masih jauh dari posisi menang. Secara rata-rata elektabilitasnya masih di bawah 30%, padahal kemenangan ditetapkan sebesar 50% plus 1.
“Kalau berkaca ketika SBY dan Jokowi maju pilpres pertama kali, angka elektabilitasnya mencapai 60%,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin.
Menurut dosen Universitas Al Azhar Indonesia itu, angka 60% dapat dikatakan sebagai batas psikologis memenangkan pilpres. Di sisi lain, dia mengatakan proses Pemilu 2024 masih panjang sehingga kandidat lain masih dapat mengejar ketertinggalan.
(Baca: Mematut Peluang Prabowo di Palagan Pilpres 2024)
Bukan hanya Prabowo Subianto dan Anies Baswedan yang menjadi rival terdekatnya. Termasuk tokoh lain seperti Airlangga Hartanto dan Puan Maharani.
“Dinamikanya masih panjang, masih jauh. Elektabilitas para tokoh masih dinamis, masih naik turun. Belum bisa dilihat potensi kemenangan termasuk bagi Ganjar,” kata Ujang kepada Katadata.co.id pada Rabu, 28 Oktober 2022.
Dukungan Pemilih Jokowi
Saiful Mujani, pendiri lembaga riset dan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengatakan, tingkat elektabilitas Ganjar yang lebih tinggi dalam berbagai survei didorong oleh sejumlah faktor. Salah satunya ada kecenderungan pemilih Jokowi pada pilpres-pilpres sebelumnya memilih lelaki berambut putih tersebut.
Para pemilih Jokowi lebih menyukai Ganjar dibandingkan Prabowo dan Anies. Apalagi Ganjar adalah salah satu pejabat publik yang aktif di media sosial. “Jadi, trennya Ganjar selalu unggul (di antara pemlih Jokowi),” kata Saiful Mujani seperti dikutip dari YouTube SMRC TV yang dirilis 3 Juni 2022.
Menurut Saiful, kecenderungan pemilih Jokowi mendukung Ganjar merupakan sesuatu yang wajar. Menurutnya, basis pendukung Ganjar sama dengan Jokowi yang kuat di Jawa Tengah.
Pada Pilpres 2019, pasangan Jokowi-Ma’ruf menang di 21 provinsi. Sedangkan pasangan Prabowo-Sandi unggul di 13 provinsi. Pulau Jawa menjadi lumbung suara pasangan Jokowi-Ma’ruf, terutama di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Jika pemilih Jokowi tetap mendukung Ganjar saat Pilpres 2024, basis pemilih pendukung Ganjar dan Jokowi kemungkinan akan sama. Saiful mengatakan, Pilpres 2024 bisa jadi akan mengulang Pilpres 2019.
Jika ada tiga kandidat yang akan bertarung, kemungkinan Pilpres 2024 berlangsung dalam dua putaran. “Jadi itu betul-betul mengulang, (misalnya) Pak Jokowi diganti Ganjar dan bersaing dengan Prabowo,” kata Saiful.
Presiden Joko Widodo sampai hari ini belum memutuskan siapa yang bakal didukung pada 2024. “Jangan tergesa-gesa. Meskipun, mungkin yang kita dukung ada di sini,” kata Jokowi saat membuka Rakernas V Pro Jokowi (Projo) di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada 21 Mei 2022.
Pernyataan tersebut ditangkap sebagai sinyal dukungan terhadap Ganjar yang juga hadir dalam acara tersebut.
Kendati demikian, jika berkaca pada Pilkada DKI Jakarta 2017 suara pemilih Jokowi belum tentu memilih kandidat yang didukung mantan walikota Solo tersebut. Pada Pilkada 2012, Pilpres 2014, dan Pilpres 2019 Jokowi meraih dukungan mayoritas dari warga Jakarta.
Sebaliknya pada Pilkada 2017, suara pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Djarot Saiful Hidayat yang didukung Jokowi justru melorot. “Kasus Ahok terkait penodaan agama tentu berpengaruh terhadap hasil pilkada. Terutama kalangan pemilih muslim yang lebih mendukung Anies,” kata Ujang.
Alhasil, meskipun Jokowi mendukungnya, Ujang menilai Ganjar tetap harus kerja keras untuk memenangkan Pilpres 2024. Persoalannya suara Jokowi belum tentu sama dengan pemilihnya.
Editor: Aria W. Yudhistira