Advertisement
Advertisement
Analisis | Nilai Minus Toleransi Umat dan Keberagaman di Indonesia Halaman 2 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Nilai Minus Toleransi Umat dan Keberagaman di Indonesia

Foto: Joshua Siringo ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Indonesia adalah negara demokrasi dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan keberagaman suku dan agama, salah satu tantangan terbesar negara ini adalah meningkatkan toleransi antarwarga. Di daerah mana saja yang masih terjadi diskriminasi terhadap penduduk minoritas?
Vika Azkiya Dihni
11 Mei 2023, 08.30
Button AI Summarize

Cilegon memperoleh nilai rendah pada tindakan nyata pemerintah. Indikator ini menilai respons atau tindakan nyata pemerintah kota terkait peristiwa intoleransi. Selain itu, Kota Cilegon dianggap kurang mampu mengelola kemajemukan kota. Kemajemukan tersebut meliputi agama dan keyakinan, serta sikap dan ekspresi warga kota terhadap kelompok minoritas, baik terkait masalah keagamaan maupun non-keagamaan.

Belum lama ini, kota Cilegon sempat menjadi sorotan publik terkait isu penolakan pendirian rumah ibadah. Rencana pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Maranatha di lingkungan Cikuasa, Grogol, Kota Cilegon mendapatkan penolakan dari sejumlah masyarakat hingga perangkat daerah Kota Cilegon.

Bukan kali ini saja penolakan pendirian tempat ibadah agama selain Islam terjadi di Cilegon. Pada tahun-tahun sebelumnya pun telah pernah terjadi kasus penolakan seperti ini. 

Data Badan Pusat Statistik Kota Cilegon menunjukkan ada 488 masjid dan 458 musala di Cilegon, tapi tidak ada satu pun gereja, pura, maupun vihara. Padahal jumlah warga non-muslim di Kota Cilegon tercatat 7.003 warga Kristen, 1.823 warga Katolik, 244 warga Hindu, 1.676 warga Buddha, dan 10 warga Konghucu pada 2022.

Kota yang juga menjadi sorotan adalah Depok yang peringkatnya di bawah Cilegon. Setara Institute menilai pemerintah Kota Depok tidak melakukan tindakan nyata untuk menjawab isu toleransi dan inklusi sosial keagamaan. 

Namun pemerintah Depok mengkritik hasil riset Setara Institute tersebut. walikota Mohammad Idris mengatakan, tingkat toleransi di kota Depok sudah cukup bagus. 

“Tidak ada konflik antarumat beragama. Justru yang unik, ada potensi kerentanan dalam suatu agama tertentu terkait ideologi dan kepercayaan, sehingga memicu konflik,” katanya dikutip dari Tribun Depok Kamis, 4 Mei 2023.

Salah satu pertimbangan menempatkan Depok sebagai kota intoleran adalah masih adanya produk hukum yang diskriminatif. Misalnya, penutupan Masjid Al-Hidayah yang dipakai oleh kelompok Ahmadiyah. 

Kemudian kepemimpinan politik di Depok juga dinilai memicu segregasi ruang publik. Misalnya, makin banyak perumahan yang hanya ditujukan penganut Islam. 

Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan mengatakan, kota-kota yang berada di peringkat terendah dalam Indeks Kota Toleran 2022 salah satu faktornya terdapat kepemimpinan yang mengedepankan identitas agama tertentu.

“Cenderung menerbitkan kebijakan favoritisme identitas agama yang mewakili dirinya,” kata Halili dalam keterangannya dikutip Kamis, 4 Mei 2023.

Selain itu, kota dengan indeks toleran rendah juga karena faktor pemerintah kota yang tidak mengelola kehidupan kerukunan dan toleransi di tengah masyarakat. Pemerintah kota, dinilai kurang memfasilitasi kebebasan merayakan hari-hari besar agama.

Halili merekomendasikan penetapan skema kualifikasi kepemimpinan untuk pemimpin daerah. Pemimpin daerah harus memiliki kesadaran akan wawasan kebangsaan, kemajemukan, dan kebhinekaan.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira