Advertisement
Advertisement
Analisis | Ekonomi Melesat tapi Kesenjangan Kian Melebar Pasca-Krisis 1998 - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Ekonomi Melesat tapi Kesenjangan Kian Melebar Pasca-Krisis 1998

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Kesenjangan ekonomi di Indonesia semakin melebar pasca-krisis 1998. Sempat anjlok, pertumbuhan ekonomi kemudian melesat namun lebih dinikmati oleh masyarakat ekonomi kelas atas daripada masyarakat umum. Mengapa?
Vika Azkiya Dihni
18 Agustus 2022, 11.22
Button AI Summarize

Dua dekade pasca-krisis ekonomi 1998, tingkat kesenjangan ekonomi di tanah air semakin lebar. Tren peningkatan pendapatan kelompok masyarakat ekonomi atas melesat cepat ketimbang kelompok terbawah yang tumbuhnya sangat lamban.

Data World Inequality Report 2022 menunjukkan bahwa rata-rata kekayaan yang dimiliki kelompok 50% terbawah hanya sebesar Rp6,7 juta pada 2021. Sementara kelompok masyarakat 10% teratas sebesar Rp457,9 juta dan kelompok 1% teratas sebesar Rp2,25 miliar.

Secara proporsi, kelompok 50% terbawah hanya memiliki 4,48% dari total kekayaan rumah tangga nasional pada 2021. Proporsi itu sedikit turun dibandingkan pada 2000 yang tercatat 4,79%.

Sedangkan kelompok masyarakat 10% teratas menguasai 61,3% pada 2021, lebih tinggi dibandingkan dua dekade terakhir sebesar 58,7%. Begitu pula pada kelompok 1% teratas yang menguasasi 30,2% dari total kekayaan rumah tangga nasional pada 2021, lebih tinggi dari sebelumnya 25,8%.

Kekayaan rumah tangga tersebut meliputi total seluruh aset finansial (termasuk saham dan surat berharga lainnya) serta aset nonfinansial (perumahan) yang dimiliki rumah tangga Indonesia. ((Infografik: Masalah Besar Ketimpangan Ekonomi di Indonesia)

"Sejak tahun 1999 tingkat kekayaan di Indonesia telah mengalami pertumbuhan signifikan. Namun, pertumbuhan ini meninggalkan ketimpangan kekayaan yang hampir tidak berubah," tulis World Inequality Report 2022.

Situasi ini selaras dengan tingkat pendapatan yang jaraknya menjauh sejak krisis 1998. Pada 2021, tingkat pendapatan kelompok 50% terbawah rata-rata hanya Rp17,1 juta. Angka tersebut jauh lebih rendah daripada kelompok masyarakat 10% teratas yang sebesar Rp331,1 juta dan 10% teratas yang Rp1,3 miliar setahun.

Laporan tersebut menunjukkan rasio kesenjangan pendapatan di Indonesia antara kelompok 10% teratas dan 50% terbawah sekitar 1 banding 19. Ini berarti masyarakat kelas ekonomi teratas memiliki rata-rata pendapatan 19 kali lipat ketimbang kelas ekonomi terbawah, meningkat dibandingkan dua dekade lalu yang hanya 11 kali.

Pertumbuhan Ekonomi dan Meningkatnya Ketimpangan

Krisis moneter 1998 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok, yang berpengaruh pada distribusi pendapatan. Krisis kala itu sempat menurunkan ketimpangan di Indonesia karena berdampak signifikan terhadap kalangan ekonomi kelas atas yang pendapatannya ikut turun.

Seiring berakhirnya krisis dan pemulihan ekonomi, ketimpangan meningkat pesat. Menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi yang ada lebih dinikmati oleh 20% penduduk terkaya daripada masyarakat umum lainnya.

Hal Hill, peneliti dari Arndt Corden Department of Economics Australian National University, Canberra mengungkapkan bahwa setelah krisis 1998, konsumsi rumah tangga menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ini menunjukkan adanya penurunan kemiskinan.

“Namun tidak dengan ketimpangan. Ketimpangan justru meningkat karena ekonomi dikuasai oleh kelompok berpenghasilan lebih tinggi,” tulis Hal Hill dalam artikel berjudul “What’s Happened to Poverty and Inequality in Indonesia over Half a Century?”

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, rasio gini Indonesia pada September 2021 mencapai 0,38. Rentang pengukuran rasio gini berada di antara 0 sampai 1. Semakin angkanya mendekati 1, maka tingkat ketimpangan diasumsikan semakin tinggi.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira