Analisis | Mengapa Umur Perempuan Lebih Panjang daripada Laki-laki? - Analisis Data Katadata
ANALISIS

Mengapa Umur Perempuan Lebih Panjang daripada Laki-laki?

Foto: Joshua Siringo-ringo/ Ilustrasi/ Katadata
Di seluruh dunia, perempuan memiliki rata-rata usia hidup lebih panjang daripada laki-laki. Ini bukan sekadar lelucon (meme) yang sering kita jumpai di media sosial. Ada sejumlah faktor yang bisa diperiksa, mulai dari genetik hingga perilaku atau gaya hidup yang biasa dilakukan laki-laki.
Andrea Lidwina
8 Januari 2023, 11.22
Button AI Summarize

Pertanyaan ini bukan sekadar lelucon yang sering kita lihat di media sosial. Data membuktikan: rata-rata masa hidup perempuan memang lebih panjang dari laki-laki. World Population Prospects 2022 mencatat angka harapan hidup perempuan di dunia mencapai 76 tahun, sementara laki-laki 70,8 tahun pada 2023.

Our World in Data mencatat hal ini terjadi baik di negara-negara maju dan berkembang, setidaknya dalam dua abad terakhir. Di Indonesia, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, angka harapan hidup perempuan 73,6 tahun sedangkan lawan jenisnya 3,9 tahun lebih pendek. 

Made with Flourish

Perempuan juga memiliki usia lebih panjang apabila dalam keadaan sehat. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merilis indeks health life expectancy (HALE Index) atau usia yang diharapkan bisa dicapai manusia dalam kondisi sehat tanpa penyakit berat atau cedera fatal.

Di Indonesia, lelaki bisa merasakan hidup sehat selama 61,9 tahun, sedangkan perempuan menikmati 63,8 tahun. Pada usia 60 tahun, perempuan dapat menikmati 14 tahun hidup sehat, sementara laki-laki 12,7 tahun.

Hasil Sensus Penduduk 2020 pun menunjukkan mulai usia 45 tahun ke atas proporsi populasi perempuan cenderung lebih tinggi. Berkebalikan dibandingkan rentang usia di bawah 45 tahun yang lebih banyak laki-laki. (Baca: Siapkah Indonesia Hadapi Ancaman Penduduk Tua?)

Made with Flourish

Mengapa Perempuan Panjang Umur? 

Sejumlah penelitian telah menjelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi itu. Namun belum menjawab seberapa besar pengaruh setiap faktor terhadap umur panjang perempuan. Secara biologis, perempuan punya “keunggulan” dari dua kromosom X dan hormon estrogen dalam tubuhnya.

S.N. Austad dalam “Why women live longer than men: Sex differences in longevity” (2006) di jurnal Gender Medicine menjelaskan, dua kromosom X membuat sel tubuh punya pengganti jika salah satunya rusak. Sedangkan, laki-laki dengan kromosom XY tidak memiliki cadangan tersebut. 

Kemudian, menurut Eskes dan Haanen dalam “Why do women live longer than men?” (2007) yang dimuat di European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology, hormon estrogen juga mendorong produksi imun. Ini yang mampu melindungi tubuh dari infeksi penyakit, berkebalikan dengan hormon pada tubuh laki-laki.

Barangkali ini jawaban mengapa selama pandemi Covid-19, perempuan lebih banyak yang berhasil sembuh. Sementara kasus kematian lebih banyak menimpa laki-laki, meskipun perempuan lebih banyak yang terpapar Covid-19. 

Perilaku dan Gaya Hidup Laki-laki Lebih Rentan 

Dilihat dari perilakunya, laki-laki lebih banyak melakukan kegiatan yang memiliki risiko bahaya atau kecelakaan. Misalnya, saat bekerja. Hal ini mungkin yang cukup sering dijadikan “meme” di media sosial

Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2022, rasio penduduk laki-laki bekerja terhadap total penduduk laki-laki usia kerja (employment to population ratio) mencapai 78,9%. Angkanya lebih besar dari rata-rata nasional yang sebesar 64,6%. Sementara rasio untuk perempuan hanya 50,3%.

Para pekerja seringkali rentan mengalami kecelakaan saat bekerja. BPJS Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 153 ribu kasus kecelakaan kerja—di lingkungan kerja, kecelakaan lalu lintas, maupun di luar lingkungan kerja—terjadi sepanjang 2020, seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Sebanyak 74,7% dari total kasus kecelakaan kerja terjadi pada laki-laki dan 81,2% dari total kasus terjadi pada pekerja usia produktif. Kemudian, 3% dari total kasus tersebut meninggal dunia dan 6% mengalami cacat, meningkat dari tahun sebelumnya yang masing-masing sebesar 2% dan 3%.

Halaman:

Editor: Aria W. Yudhistira