Sistem Kontrak Bagi Hasil Migas Diganti dengan Royalti
KATADATA ? Pemerintah berencana mengubah sistem kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) menjadi royalti dan pajak, seperti pertambangan mineral. Aturan ini diusulkan dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Minyak dan Gas Bumi (migas).
Kepala Unit Pengendali Kinerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widhyawan Prawiraatmaja mengatakan dalam RUU Migas yang baru, sistem kontrak bagi hasil akan dihapus. Sistem ini akan diganti dengan sistem pajak dan royalti.
Hal ini mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU -X/2012. Dalam putusan tersebut, pemerintah tidak boleh menggunakan sistem kontrak. "Kalau menurut Mahkamah Konstitusi harus menggunakan sistem izin," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (10/4).
Perubahan sistem ini mempengaruhi penerimaan negara yang diterima dari sektor migas. Dalam Undang-Undang Migas Nomor 22 tahun 2001 dan draf RUU Migas saat ini sama-sama disebutkan penerimaan negara dari sektor migas adalah dari pajak dan penerimaan negara bukan pajak.
Bedanya, dalam UU Migas penerimaan pajak berupa pajak-pajak, bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai, serta pajak daerah dan retribusi daerah. Penerimaan Negara Bukan Pajak terdiri dari bagian negara, pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran Eksplorasi dan Eksploitasi, serta bonus-bonus.
Sementara di draf revisi UU Migas sekarang, penerimaan pajak terdiri dari pajak pajak penghasilan (PPH) badan pajak atas bunga, dividen dan royalty. Penerimaan bukan pajak terdiri dari bagian negara, bonus-bonus dan selisih pembayaran domestic market obligation (DMO)