Pertamina Dibayangi Risiko Penurunan Produksi Blok Rokan Tahun 2021

Image title
8 Juli 2019, 18:53
pertamina, blok rokan, chevron
Kantor pusat PT Pertamina, Jakarta. Pemerintah meminta Pertamina melaksanakan teknologi EOR lewat injeksi bahan kimia di sumur-sumur minyak Blok Rokan ketika resmi mengelola blok tersebut pada 9 Agustus 2021. Dengan begitu, produksi Blok Rokan bisa meningkat dan mencapai 500 ribu barel per hari pada 2024, sesuai dengan proposal Pertamina kepada pemerintah.

Pertamina berpotensi menghadapi tantangan serupa dengan yang terjadi di Blok Mahakam, saat mengambilalih Blok Rokan dari Chevron Pacific Indonesia pada 2021. Tantangan tersebut yakni penurunan produksi. Apalagi, Chevron disebut-sebut telah membatasi investasi jelang beralihnya pengelolaan.

Target produksi minyak siap jual (lifting) Blok Rokan tahun ini hanya 190 ribu barel per hari (BOPD), turun 9,2% dibandingkan realisasi tahun 2018 yang mencapai 209.478 BOPD. Pada semester I tahun ini, lifting Blok Rokan tercatat sebesar 194 ribu BOPD, lebih rendah dibandingkan realisasi sepanjang empat bulan pertama tahun ini yang mencapai 195 ribu BOPD. 

Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Fatar Yani Abdurahman menjelaskan, turunnya lifting minyak Blok Rokan dipengaruhi oleh penurunan produksi secara alamiah (decline) sekitar 4-5%. Selain itu, Chevron tidak lagi menerapkan teknologi tingkat lanjut Enhanced Oil Recovery (EOR) menjelang kontrak berakhir.

"EOR itu bukan proyek satu dua tahun. Jadi tidak mungkin Chevron melakukan itu saat akan berakhir kontraknya," ujar Fatar saat dihubungi Katadata.co.id, akhir pekan lalu. Namun, ia mengatakan Pertamina tengah mempersiapkan program EOR untuk diterapkan saat Blok Rokan sudah dalam kendalinya.

(Baca: SKK Migas Targetkan Lifting Blok Rokan dan Mahakam Turun Tahun Depan)

Teknologi EOR digadang-gadang bisa mendongkrak produksi minyak. Chevron telah melakukan uji coba teknologi tersebut dengan menginjeksi bahan kimia ke sumur minyak di Lapangan Minas. Hasilnya, terdapat potensi produksi minyak hingga 100 ribu barel per hari. Dengan asumsi tersebut, pada 2024, produksi Blok Rokan seharusnya bisa meningkat dan mencapai 500 ribu barel per hari sesuai dengan proposal Pertamina kepada pemerintah.

Manajemen Pertamina belum memberikan jawaban tentang program EOR yang disiapkannya. Hingga saat berita ini dipublikasikan, Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu dan Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman tidak menjawab pesan yang dikirimkan oleh Katadata.co.id.

(Baca: SKK Migas Tinjau Ulang Pengelolaan Blok Terminasi oleh Pertamina )

Di sisi lain, Manager Corporate Communications Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo membantah pihaknya tidak lagi melakukan EOR. Menurutnya, EOR merupakan salah satu bagian dari kegiatan di masa transisi Blok Rokan.

Ia juga memastikan perusahaan terus melakukan kerja sama dengan SKK Migas dan Pertamina agar transisi Blok Rokan berjalan lancar dan selamat. "Kami telah membentuk tim transisi yang dengan tekun mengerjakan seluruh aspek transisi tersebut," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (8/7).

Pertamina Harus Belajar dari Masalah Blok Mahakam

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan dalam pengambilalihan Blok Rokan, Pertamina harus belajar dari kasus Blok Mahakam. Ia menekankan perlu ada kesepakatan kerja sama yang kuat antara Pertamina dengan Chevron dalam masa transisi. 

Harapannya, dengan kerja sama yang kuat, produksi bisa dipertahankan. Apalagi, produksi Blok Rokan merupakan andalan lifting minyak nasional. "Tahun 2021 ini menjadi faktor bersejarah bagi Pertamina untuk mengelola Blok Rokan," ujarnya.

(Baca: Pertamina: Produksi Blok Mahakam Sudah Turun Saat Kami Masuk)

Pada Mei lalu, Pertamina dan Pemerintah sepakat menandatangani kontrak bagi hasil (PSC) Blok Rokan. Untuk menjaga kinerja blok tersebut, Pertamina bersama SKK Migas dan Chevron telah menyiapkan tiga opsi kerja sama di masa transisi, yaitu opsi transisi bersama; memaksimalkan area di sekitar Blok Rokan yang belum dikelola dan dikembangkan lebih lanjut; dan perencanaan bersama rencana kerja Blok Rokan.

Selain itu, Pertamina juga berencana mengganti pipa minyak. Pergantian pipa dilakukan karena usia pipa yang sudah cukup tua. Pertamina telah menunjuk PT Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk mengerjakan proyek tersebut.

Sejauh ini, Pertamina sudah melakukan Front End Engineering Design (FEED) proyek pipa minyak Blok Rokan dan menargetkan proses konstruksi bisa dimulai pada akhir tahun ini. Dengan begitu, proyek pipa bisa selesai pada tahun depan.

(Baca: PGN Targetkan Pergantian Pipa Blok Rokan Rampung Tahun Depan)

Blok Rokan merupakan blok minyak terbesar kedua di Indonesia. Blok seluas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan. Tiga lapangan di antaranya berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.

Sejak beroperasi pada 1971 hingga 31 Desember 2017, total produksi di Blok Rokan mencapai 11,5 miliar barel minyak. Namun, produksi Blok Rokan tercatat mengalami penurunan sejak awal tahun 2019.

Pada kuartal I 2019, lifting Blok Rokan hanya 197 ribu barel per hari, lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2018, lifting Blok Rokan bisa mencapai 209.466 bph, sedangkan pada 2017 sebesar 224.300 bph.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...