Emirsyah Satar, Pemoles Garuda yang Jadi Tersangka KPK

Sorta Tobing
8 Agustus 2019, 11:21
emirsyah satar jadi tersangka kpk, kasus suap garuda indonesia, soetikno soedarjo
ANTARA FOTO/Reno Esnir
Mantan Dirut PT. Garuda Indonesia Emirsyah Satar (tengah) dengan baju tahanan meninggalkan gedung KPK di Jakarta, Rabu (7/8/2019). Emirsyah Satar ditahan KPK atas dugaan menerima suap sebesar 1,2 juta Euro dan USD 180 ribu atau setara dengan Rp.20 miliar dalam wujud uang dan barang yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari Presiden Komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA) beneficial owner dari Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo, yang menjadi konsultan bisnis dalam pembelian 50 mesin Roll-Royce

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk periode 2005-2014 Emirsyah Satar sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) kemarin, Rabu (8/8).

Berompi oranye, ia keluar dari gedung KPK sekitar pukul 17.31 WIB dan memilih irit bicara. “Silakan tanya ke Pak Luhut (Luhut Pangaribuan, pengacara Emirsyah),” katanya seperti dikutip dari Antara.

Selain Emirsyah, Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo juga menerima penetapan serupa untuk kasus yang sama. Soetikno keluar lebih awal dan mengenakan pula rompi tahanan. “Mohon doa restunya ya” ucapnya sebelum memasuki mobil tahanan KPK.

Ada pula Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia pada 2007-2012, Hadinoto Soedigno, yang juga ditetapkan menjadi tersangka.

Penetapan ini merupakan pengembangan kasus korupsi pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus SAS dan Rolls-Royce untuk Garuda. Pada Januari 2017, Emirsyah menjadi tersangka penerima suap, namun tak sampai ditahan. Ia diduga menerima uang haram dari Soetikno sebesar 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu atau setara Rp 20 miliar.

Kemarin, komisi antirasuah langsung menahan laki-laki yang kerap dipanggil Emir itu. Bahkan satu unit apartemen miliknya di Singapura turut disita. “Otoritas penegak hukum di Singapura telah mengamankan satu unit apartemen milik ESA (Emirsyah Satar) dan melakukan pemblokiran atas beberapa rekening bank di sana,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.

(Baca: KPK Usut Puluhan Rekening Bank Luar Negeri di Kasus Rolls-Royce Garuda)

Selain itu, KPK juga telah menyita satu unit rumah milik Emir yang berada di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Penyitaan ini bertujuan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.

KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan bahwa uang suap tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce. “Tapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di Garuda," kata Syarif.

Untuk program peremajaan pesawat, lanjut Syarif, Emir melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS.

Pertama, kata Syarif, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce. "Kedua, kata dia, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S," ucap Syarif.

Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

(Baca: Buntut Kasus Emirsyah, Garuda Gencarkan Renegosiasi dengan Rolls Royce)

Syarif menjelaskan, selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. "Selain itu, SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi sales representative dari Bombardier," ungkap Syarif.

Pembayaran komisi tersebut, ia melanjutkan, diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dengan empat pabrikan tersebut. "SS selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada ESA dan HDS sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan," ujar Syarif.

Adapun rincian pemberian eks Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi (MRA) itu kepada Emir, yaitu Rp 5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, US$ 680 ribu dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan  1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...