Untung Miliaran, Bos Pinjaman Online Ilegal Asal Tiongkok Ditangkap

Cindy Mutia Annur
27 Desember 2019, 13:59
raup untung miliaran rupiah, bos pinjaman online ilegal asal tiongkok ditangkap kepolisian
Katadata/cindy mutia annur
Konferensi pers terkait penangkapan pelaku pinjaman online ilegal oleh Polres Metro Jakarta Utara pada hari ini (27/12).

Polres Metro Jakarta Utara menangkap lima tersangka terkait pinjaman online ilegal dengan nama usaha PT Barracuda Fintech (BR) dan PT Vega Data (VD). Dua di antaranya berasal dari Tiongkok.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, penggerebekan kantor PT BR dan PT VD di Mal Pluit Village, Jakarta Utara dilakukan akhir pekan lalu (20/12). Pelaku pinjaman online ilegal ini meraup untung miliaran rupiah.

Polres Metro Jakarta Utara dibantu Polresta Barelang (Batam) untuk menangkap direktur utama PT Barracuda Fintech dan wakilnya. Kedua tersangka ditangkap di Batam Center, saat hendak menyeberang ke Singapura.

Direktur Utama PT Barracuda Fintech merupakan perempuan 35 tahun berinisial OR. Sedangkan wakilnya berinisial TD, laki-laki berusia 38 tahun. "Tersangka berasal dari Tiongkok,” ujar Budhi saat konferensi pers di kantornya, hari ini (27/12).

Para tersangka tersebut bakal diperiksa lebih lanjut oleh penyidik. Polisi masih akan mendalami aliran dana PT BR dan PT VD yang diperkirakan meraup untung puluhan miliar rupiah. 

(Baca: Satgas Waspada Investasi Blokir 1.898 Pinjaman Online Ilegal)

Budi mencatat, kedua perusahaan teknologi finansial pembiayaan (fintech lending) ilegal itu memiliki sekitar 500 ribu nasabah. Mereka terafiliasi dengan beragam aplikasi, yang beberapa di antaranya telah diblokir.

Polisi dapat menciduk tersangka, dengan cara berpura-pura mendaftar melalui aplikasi yang masih aktif. Aplikasi fintech lending ilegal itu bernama Toko Tunai dan KasCash.

Kedua perusahaan penyedia layanan pinjaman online ilegal itu meraup untung besar dari peminjam. Keduanya memang tidak menerapkan bunga pinjaman, melainkan biaya administrasi dan denda keterlambatan pembayaran.

Perolehan dari biaya administrasi per aplikasi saja mencapai Rp 25 miliar. Jika terlambat membayar, peminjam (borrower) dikenakan denda Rp 50 ribu per hari. “Yang jadi korban fintech ilegal ini merupakan masyarakat kelas bawah dengan rata-rata pinjaman Rp 500 ribu hingga Rp 2,5 juta," ujar Budhi.

Pinjaman yang disalurkan melalui aplikasi Toko Tunai mencapai Rp 70 miliar. Dari uang yang disalurkan itu, perusahaan menerima Rp 78 miliar. Artinya, ada keuntungan Rp 8 miliar.

Penyaluran pinjaman melalui aplikasi KasCash sekitar Rp 5 miliar, namun perusahaan menerima pengembalian hingga Rp 13 miliar. Lagi-lagi, tersangka untung Rp 8 miliar dari aplikasi berbeda.

(Baca: Pemerintah Blokir 1.773 Pinjaman Online Ilegal, Ada Pencucian Uang?)

Budi mencontohkan, nasabah meminjam Rp 1,5 juta maka yang diterima hanya Rp 1,1 juta. Itu artinya, biaya administrasi yang dibayarkan peminjam mencapai Rp 400 ribu. Belum lagi, peminjam harus membayar denda Rp 50 ribu per hari jika terlambat.

"Ini sangat membahayakan. Maka, fintech ilegal harus kami tegakkan secara hukum, agar masyarakat tidak menjadi korban," kata dia.

Budhi menjelaskan, kedua fintech lending ilegal itu bekerja sama. PT BR membuat aplikasi, sedangkan PT VD yang menagih pinjaman. Kedua perusahaan ini mengelola 13 hingga 15 aplikasi pinjaman online ilegal.

Sebanyak 11 aplikasi sudah ditutup oleh Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi. Di antaranya Gagak Hijau, Dompet Kartu, Kurupiah, Lion Tech, Tetap Siap, Uang Beres, Dompet Bahagia, Tunai Shop, dan lainnya.

(Baca: Cegah Sengketa, 4 Tips Aman Ajukan Kredit ke Pinjaman Online)

Setiap kali aplikasi pinjaman online-nya ditutup, kedua perusahaan membuat platform dengan nama baru. "Ketika terdeteksi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mereka langsung menutup aplikasi dan mengganti namanya," ujar Budhi.

Meski begitu, PT BR masih menyimpan data nasabahnya. Lalu, informasi itu diserakan ke PT VD guna keperluan penagihan utang. "Masyarakat tetap ditagih (utangnya) karena datanya masih ada," kata dia.

Berdasarkan laporan korban, perusahaan menagih dengan kata-kata kasar. Polres Mabes Jakarta Utara pun mendalami kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang atau pendanaan teroris dalam kasus ini.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa server kedua perusahaan itu berada di Indonesia. "Kalau kami lihat, (server) ada di kantornya, di Pluit," ujar Budhi.

(Baca: OJK Harap UU Data Pribadi Dapat Cegah Fintech Lending Ilegal)

Reporter: Cindy Mutia Annur

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...