Mendorong Daya Saing Daerah untuk Pembangunan Berkelanjutan

Anshar Dwi Wibowo
Oleh Anshar Dwi Wibowo - Tim Publikasi Katadata
18 September 2020, 11:43
Kopi Malabar
Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA

Pertama, pilar keberlanjutan lingkungan. Ini adalah sebuah dimensi pembangunan yang memastikan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dilakukan secara efisien. Pembangunan diarahkan sesuai prinsip keberlanjutan yang mencakup variabel kualitas lingkungan hidup, pengelolaan SDA lingkungan, konservasi, dan resiliensi lingkungan.

Kedua, pilar ekonomi berdaya saing yang bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Daerah yang berkembang tentu dapat menciptakan peluang dan menyerap tenaga kerja. Ini tentu selaras dengan upaya pemerintah pusat untuk menekan angka pengangguran. Selama lima tahun terakhir angka pengangguran mengalami penurunan. Pada 2015 jumlah pengangguran sebanyak 7,56 juta jiwa dan pada 2019 sebanyak 7,05 juta jiwa.

Adapun variabel pilar ekonomi berdaya saing terdiri dari struktur ekonomi, potensi ekonomi, kemampuan keuangan daerah, ekosistem investasi, dan infrastruktur ekonomi.

Ketiga, pilar sosial inklusif yang menempatkan kemandirian individu sebagai modal utama untuk mencapai kualitas hidup yang ideal. Variabelnya terdiri dari keunggulan sumber daya manusia (SDM), ketenagakerjaan, kondusivitas keamanan, dan ketersediaan infrastruktur sosial.

Keempat, tata kelola pemerintahan yang akuntabel, efektif dan efisien. Ini merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan kinerja pembangunan. Variabelnya terdiri dari kelembagaan, pelayanan publik, dan kebijakan.

Empat pilar tersebut merupakan faktor penting untuk mewujudkan daya saing daerah berkelanjutan. Namun praktiknya terancam kontraproduktif dengan adanya Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Misalnya dalam pilar keberlanjutan lingkungan. Salah satu hal yang diatur RUU Cipta Kerja ialah perpindahan otoritas pemberian perizinan lingkungan dari daerah ke Pemerintah Pusat.

Menurut KPPOD, pergeseran locus kewenangan tersebut memiliki dampak serius dari perspektif otonomi hingga sisi teknis pelayanan perizinan. Kelemahannya adalah pelaksanaan di lapangan tidak selalu berjalan efektif lantaran keterbatasan kapasitas birokrasi. Selain itu, kerangka regulasi nasional yang tak solid menimbulkan ketidakpastian acuan prosedur, waktu dan biaya bagi penyelenggaraan tata laksana oleh Pemerintah Daerah.

Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian. Kebijakan lain yang bersifat kontraproduktif bagi pengembangan daya saing daerah berkelanjutan di dalam RUU Cipta Kerja perlu diminimalisir. Dengan begitu semangat otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup rakyat bisa terpenuhi. Dengan itu pula, visi ekonomi hijau yang inklusif bisa mewujud.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...