Ari Soemarno Usul Pendapatan Migas Tak Perlu Masuk APBN

Miftah Ardhian
29 November 2016, 17:56
Ari Soemarno
Katadata

Dia mencontohkan harga gas di Indonesia yang relatif mahal, karena biaya distribusinya tinggi. Ini terjadi karena pemerintah kurang mengalokasikan anggaran negara untuk pembangunan infrastruktur gas. Selama ini Pertamina dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya membangun infrastruktur gas dengan menggunakan dana komersial. Sehingga, perhitungan harga gas pun menjadi komersial.

Kondisi yang berbeda dengan yang terjadi di Malaysia. Ari menjelaskan, perusahaan migas Malaysia yakni Petronas mendapat alokasi dana dari pendapatan migasnya sendiri. Petronas hanya perlu membayar dividen dan pajak korporasi. Namun, perusahaan tersebut juga diminta untuk membangun infrastruktur migas.

"Makanya, biaya distribusi gas di malaysia sangat murah. Karena dia tidak melakukan perhitungan-perhitungan secara komersial," ujar Ari.

(Baca: JK: Kita Bisa Belajar Mengelola Energi dari Kolapsnya Venezuela)

Sebenarnya, usulan ini pernah diterapkan di Indonesia, yakni sejak diterapkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971. Dalam peraturan tersebut, Pertamina dapat memegang 40 persen penghasilan dari sektor migas untuk mengembangkan usahanya.

Namun, sejak krisis Pertamina tahun 1976, ketentuan tersebut dicabut dan dana hasil sektor migas ditarik seluruhnya oleh pemerintah. Karenanya, untuk mendukung industri migas nasional yang tengah mengalami tekanan, Ari menyarankan ketentuan ini dapat dipakai saat ini.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa Indonesia masih bergantung pada sektor migas untuk penerimaan negara. Sempat sekitar 80 pendapatan negara disumbang dari sektor ini. Tapi sekarang, sektor migas hanya menyumbang sekitar 25 persen ke penerimaan negara. “Jadi kita harus menyesuaikan diri,” ujar Kalla.  

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...