PLN Diragukan Bisa Danai Akuisisi Pertamina Geothermal

Miftah Ardhian
13 Oktober 2016, 16:00
Geothermal Kamojang
Katadata

Direktur Eksekutif IRESS Marwan Batubara juga melihat, rencana akuisisi PGE oleh PLN itu tidak relevan dan tidak mendesak sekarang. Ketimbang ikut serta memasuki bisnis hulu energi, PLN lebih baik meningkatkan peran membangun sektor hilir kelistrikan.

Menurut dia, PLN harus menggunakan dananya untuk membangun pembangkit listrik  sehingga meminimalisir dominasi swasta (Independent Power Producer/IPP). Hal ini dinilai akan lebih menjamin ketahanan energi yang lebih baik secara nasional, dan harga listrik yang lebih murah bagi konsumen.

Namun, Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan, dan Pariwisata Kementerian BUMN Edwin Hidayat Abdullah menjelaskan, proses bergabungnya PGE ke dalam PLN bukanlah sebuah proses akuisisi. Jika berbentuk akuisisi, maka PLN harus menyiapkan uang yang besar untuk membayar saham PGE yang dibelinya kepada Pertamina.

Menurut dia, prosesnya berupa sinergi Pertamina-PLN ke PGE. Yaitu, PLN akan membantu menyuntikkan modal berupa aset-aset yang dimilikinya. Apabila masih kurang, baru PLN akan menyuntikkan dananya untuk membantu pengembangan energi panas bumi. "Jadi PGE akan menerbitkan saham baru dan akan dibeli oleh PLN melalui injeksi aset," katanya.

(Baca: Ribut Pertamina-PLN, Pembangkit Panas Bumi Kamojang Terganggu)

Jadi, ke depan, hanya akan ada satu perusahaan BUMN yang bergerak di bidang panas bumi. Hal ini juga untuk meminimalisir perseteruan yang kerap terjadi antara Pertamina dengan PLN dalam penentuan harga panas bumi yang akan dibeli oleh PLN sebagai bahan bakar pembangkitnya.

Di sisi lain, Edwin mengakui, rencana tersebut saat ini masih dalam tahap awal sehingga memerlukan kajian mendalam. Karena itu, pembagian saham pun masih belum ditentukan, karena juga harus melalui proses valuasi.

Sebagai informasi, Pertamina dan PLN memang kerap berseberangan dalam penentuan harga jual uap untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi. Salah satunya adalah harga uap untuk Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 1, 2, dan 3 Kamojang, Garut, Jawa Barat. 

PLN menganggap harga uap yang ditawarkan Pertamina terlalu mahal. Harga uap semestinya sekitar Rp 535 per kwh atau sebesar 4 sen dolar Amerika Serikat (AS). Namun, Pertamina menawarkan harga yang lebih tinggi. Sedangkan jangka waktu yang diberikan Pertamina dinilai terlalu pendek, yaitu hanya lima tahun.

Kesepakatan harga akhirnya tercapai setelah Menteri BUMN Rini Soemarno menegur kedua BUMN tersebut. Menurut Edwin, hal inilah yang menjadi latar belakang munculnya ide keikutsertaan PLN dalam pengelolaan panas bumi melalui PGE.

Halaman:
Editor: Yura Syahrul
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...