Teknologi Penyimpanan Karbon untuk Hidupkan Lagi Blok East Natuna

Image title
8 Februari 2021, 17:45
blok migas, east natuna, pertamina, carbon capture and storage, ccs, emisi karbon, perubahan iklim
123RF.com/_fla
Ilustrasi. Pertamina akan menerapkan teknologi menangkap dan menyimpan karbon atau CCS untuk Blok East Natuna.

Sebagai informasi, Indonesia saat ini mengalami krisis cadangan gas bumi. Jumlahnya terus berkurang dalam beberapa tahun terakhir. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji menyebut angkanya saat ini hanya 43,6 triliun kaki kubik (TCF).

Ia mengatakan berkurangnya cadangan lantaran pemerintah memutuskan mengeluarkan Blok East Natuna yang potensinya mencapai 46 triliun kaki kubik. Langkah ini terpaksa dilakukan karena, sesuai kesepakatan internasional, blok migas dapat masuk hitungan cadangan kalau sumber energinya terbukti dan sudah ada proyeknya.

Sampai sekarang pengembangan Blok East Natuna masih mangkrak. “Dia masih dalam kategori contingent resources. Jadi, belum ada proyek, belum ada buyer,” kata Tutuka dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu.

SKK Migas telah mengupayakan agar ada investor yang mau menggarap blok gas itu bersama Pertamina. Namun, hingga kini belum ada perusahaan yang tertarik. Skenario pengembangan dan insentif pun telah pemerintah sodorkan. 

Sejak ditemukan pada 1973 oleh Agip, blok ini punya dua masalah. Pertama, lokasinya berada di laut dalam. Kedua, kandungan karbondioksida yang mencapai 70% sehingga membutuhkan teknologi mahal untuk memisahkannya dengan gas bumi.

Pengelola blok migas yang dulu bernama Natuna D-Alpha itu adalah Pertamina. Awalnya, hak kelolanya dipegang oleh Pertamina, ExxonMobil, dan PTT Exploration and Production. Namun, dua perusahaan terakhir memutuskan mundur dari konsorsium.

Direktur Perencanaan Strategi dan Pengembangan Bisnis Subholding Hulu Pertamina John H Simamora menyebut masalah di Blok East Natuna masih sama seperti dulu. Salah satunya terkait kandungan karbondioksida yang cukup besar.  

"Belum ada terobosan teknologi untuk memanfaatkan karbondioksida sebesar itu. Kami bisa dimarahin sedunia (kalau membuang langsung karbondioksida)," kata dia. 

Karena itu, Pertamina masih menanti teknologi pemanfaatan gas karbon tersebut. ExxonMobil yang dulu memegang hak kelolanya pun tidak bisa menemukan solusi untuk hal ini.

John mengatakan, secara logika, pengerjaan blok sebesar itu tak bisa dilakukan Pertamina sendirian. Resikonya sangat besar. Tapi perusahaan akan tetap mengikuti arahan pemerintah. “Karena sudut pandangnya bisa berbeda. Pemerintah biasanya lebih komprehensif,” ucapnya. 

Teknologi pemanfaatan karbondioksida atau CO2 sebenarnya sudah ada di industri migas. Namun, maksimum kandungannya di angka 20% hingga 30%. Caranya, dengan menginjeksi lagi gas karbon itu ke lapisan tanah yang lebih dalam lagi.

Blok Migas Medco Energi di Thailand
Ilustrasi lapangan migas offshore. (Medco Energi)

Teknologi CCS di Eropa

Eropa merupakan kawasan yang mengembangkan teknologi CCS dalam skala besar. Pusatnya berada di Mongstad, Norwegia. Riset dan pengembangannya terus digenjot karena cara ini diperkirakan dapat mencegah pemanasan global dan perubahan iklim. 

Perusahaan energi internasional Shell, Total, dan Equinor pada tahun lalu memutuskan berinvestasi pada proyek Northern Lights di Norwegia. Konsorsium ini mendapatkan lisensi eksploitasi pertama untuk menyimpan karbon dioksida di Norwegian Continental Shelf.

Melansir dari situs Total, proyek tersebut dapat menjadi langkah penting untuk mencapai tujuan iklim global dalam Perjanjian Paris 2015. “Pengembangan CCS juga mewakili aktivitas dan peluang industri baru di Eropa,” ujar Presiden Eksekutif untuk Teknologi, Proyek, dan Pengeboran Equinor Anders Opeda. 

Teknologinya akan menjadi awal dekarbonisasi industri dengan peluang untuk mengurangi CO2. Hal ini pun sejalan dengan target Uni Eropa untuk mengurangi gas rumah kaca menjadi nol pada 2050. 

Investasi awalnya akan mencapai 6,9 miliar krone (atau sekitar Rp 11,3 triliun). “Kami mengambil keputusan investasi akhir untuk proyek transportasi dan penyimpanan karbon skala komersial pertama di Eropa,” kata Presiden Energi Terbarukan Total Phillipe Sauquet. 

Proyek tersebut akan dikembangkan secara bertahap. Fase 1 mencakup kapasitas untuk mengangkut, menginjeksi, dan menyimpan hingga 1,5 juta ton karbon dioksida per tahun dari sektor industri. Setelah itu, CO2 yang ditangkap akan Northern Lights bawa dengan kapal, lalu diinjeksi dan disimpan secara permanen sekitar 2.500 meter di bawah dasar laut. 

Terminal peneriman karbon dioksida itu akan berlokasi di kawasan industri Naturgassparken, Norwegia Barat. Pabriknya dioperasikan dari fasilitas Equinor di terminal Sture dan fasilitas bawah laut platform Oseberg A di Laut Utara. Fase berikutnya akan sangat tergantung pada permintaan pasar dari penghasil emisi di seluruh Eropa.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...