Empat Tantangan Berat Pemerintah Menyetop Impor BBM dan LPG pada 2030

Happy Fajrian
22 April 2021, 12:30
impor bbm dan lpg,
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/aww.
Sejumlah petugas mengawasi proses pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM) ke mobil tangki distribusi di Terminal Terintegrasi Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina Ampenan, Mataram, NTB, Senin (29/3/2021).

“Bukan hanya minyak yang terbuang percuma, namun terjadi kerusakan lingkungan laut yang meluas. Kalau begini cara kerja manajemen migas kita, untuk bertahan saja sulit, apalagi mau bebas impor BBM dan LPG,” tuturnya.

Oleh karena itu dia berharap niat ini dijalankan sungguh-sungguh dan bukan sekedar pepesan kosong. Pemerintah pun harus berani menghadapi mafia migas yang selama ini mencari untung dari impor migas. “Pemerintah harus serius, tidak cukup dengan sekedar tebar wacana," ujarnya.

Mengandalkan Energi Baru Terbarukan

Keputusan untuk menyetop impor BBM dan LPG pada 2030 merupakan salah satu hasil sidang paripurna Dewan Energi Nasional (DEN) yang dipimpin Presiden Joko Widodo alias Jokowi, pada Selasa (20/4).

"Dalam strategi energi nasional ini direncanakan 2030 itu tidak lagi impor BBM dan diupayakan juga tak mengimpor LPG," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.

Dia menambahkan bahwa salah satu cara mencapai target tersebut adalah dengan mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal ini untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat demi mengurangi keterbatasan pasokan dalam negeri.

Oleh sebab itu Presiden telah menginstruksikan ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN) mendorong pengembangan jenis energi ini. Apalagi pandemi Covid-19 bisa menjadi momentum penggunaan EBT.

"Arahan Pak Presiden diharapkan DEN dapat melihat momentum untuk mengambil kesempatan pandemi, untuk bisa masuk ke arah green economy," kata Arifin.

Kemudian, Jokowi juga meminta DEN untuk menyesuaikan rancangan umum energi nasional (RUEN) dengan strategi energi nasional. Dewan juga menyampaikan peningkatan kebutuhan energi untuk jangka panjang.

Untuk itu, pemerintah merancang rencana pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025 menjadi 24 ribu megawatt (MW). Selanjutnya pada 2035, bauran EBT ditargetkan mencapai 38 ribu MW.

"Dan saat ini pemanfaatan EBT kita baru 10,5 gigawatt," ujar Arifin. Untuk itu, pemerintah akan mengupayakan pembangkit listrik tenaga surya sebagai tulang punggung.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...