Tarif Listrik Naik, PLN Diminta Tak Hambat Pelanggan Pasang PLTS Atap
Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) berharap kepada PLN untuk tidak menghambat keinginan warga memasang PLTS atap di tengah kenaikan tarif listrik bagi kelompok pelanggan rumah tangga mampu.
Dari laporan yang diterima asosiasi, PLN kerap kali membatasi instalasi maksimal hanya 10-15% dari total kapasitas daya listrik yang terpasang. Selain itu, urusan perizinan pemasangan PLTS atap juga dirasa sangat lambat.
Menurut Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, mengatakan jika proses perizinan merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 tahun 2021, pengurusan perizinan hanya membutuhkan waktu lima hari kerja.
"Yang hambat itu izin dari PLN, itu lama sekali. Katanya PLN harus melakukan kajian kelayakan operasi. Aneh juga sih PLTS atap yang rumah-rumah itu harus dilakukan kajian kelayakan operasi, orang itu ukurannya kecil," kata Fabby kepada Katadata.co.id, Selasa (14/6).
Fabby juga menilai bahwa pemasangan Net Metering yang dikerjakan oleh PLN juga memakan waktu sampai berbulan-bulan.
Adapun Net Metering merupakan sistem layanan dimana kelebihan listrik yang dihasilkan oleh PLTS dapat dikirimkan ke jaringan distribusi PLN, serta dapat digunakan kembali untuk konsumsi oleh rumah tangga tersebut.
Artinya, meskipun masyarakt memasang sistem PLTS untuk kebutuhan rumah tangga, mereka tetap harus menggunakan jaringan listrik dari PLN.
"Padahal PLN wajib untuk menyediakan Net Metering dan itu sebenarnya dibayar pelanggan. Jadi PLN saya lihat secara sistematis membatasi penggunaan PLTS atap. Ini tidak benar karena mereka yang punya On Grid dan seharusnya tidak begitu," sambung Fabby.
Menurut Fabby, kenaikan tarif listrik untuk kelompok rumah tangga mampu dengan daya 3.500-6.600 Volt Ampere (VA) ke atas dinilai sebagai momentum untuk mendorong pemasangan PLTS atap.
Tarif listrik untuk golongan rumah tangga R2 (3.500-5.500 VA) yang berjumlah 1,7 juta pelanggan, dan R3 (6.600 VA ke atas) 316 ribu pelanggan, naik dari Rp 1.444,7 per kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Dengan begitu, ada sekira 2 juta rumah tangga yang akan mengalami kenaikan tarif listrik sejumlah Rp 255 per kWh.
Fabby mengatakan 2 juta rumah tangga yang terdampak bisa mengurangi beban biaya imbas kenaikan tarif listrik melalui pemasangan PLTS Atap. Ia menambahkan, masyarakat dapat melakukan penghematan listrik dengan menggunakan PLTS Atap hingga 25-30%.
"Sisanya masih berlangganan listrik dari PLN. Jadi, di satu sisi penjualan PLN tetap tumbuh untuk penggunaan listrik di malam hari," ucapnya.
Hingga saat ini, ada sekitar 6.000 pelanggan PLN yang memasang PLTS atap dengan total kapasitas mencapai 53 MW. Adapun mayoritas berasal dari sektor bisnis dan industri. "Yang rumah tangga itu kecil, rata-rata pasang 2 sampai 3 kWh. Atapnya juga gak cukup," jelas Fabby.
Fabby berharap agar implementasi Permen ESDM Nomor 26 tahun 2021 dapat dilaksanakan oleh PLN. Salah satu yang menjadi sorotan yakni adanya peraturan yang membatasi 10% hingga 15% dari total kapasitas daya listrik yang terpasang. Padahal, ujar Fabby, aturan tersebut tidak tertulis di Permen ESDM Nomor 26 tahun 2021.
"Saya kira masalahnya ada di PLN. banyak yang mau pasang PLTS Atap tapi dihambat oleh PLN dengan segala macam alasan. Net Matering tidak ada, perizinan lama. Ini harus dibereskan oleh pemerintah," tukas Fabby.