Harga BBM Bakal Naik, Bagaimana dengan Tarif Listrik?
Di tengah rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, PLN juga bersiap untuk menghadapi ancaman lonjakan harga energi global. Perusahaan setrum pelat merah ini melakukan sejumlah langkah untuk menjamin pasokan batu bara, gas, hingga BBM untuk pembangkit listrik.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan perusahaan telah mengubah skema pengadaan bahan bakar pembangkit menjadi jangka panjang untuk menjamin terjaganya pasokan bahan bakar listrik di tengah harga komoditas energi yang berfluktuasi. Sebab stok bahan bakar menjadi salah satu faktor penentu tarif listrik.
"Kami siap menghadapi kondisi fluktuasi harga komoditas. Pasokan masih terjaga dan tentu saja yang paling penting harga listrik, biaya pokok produksinya juga tidak meningkat secara drastis," kata Darmawan dalam Webminar SWA Media bertajuk Managing Transformation to Accelerate Business Growth pada Rabu (31/8).
PLN bersama Kementerian ESDM juga membuat terobosan dengan melakukan penyediaan stok batu bara, gas, dan BBM melalui pengawasan dan pengadaan digital.
Darmawan menjelaskan, apabila ada sebuah kontrak pengadaan energi primer PLN yang mengalami gagal kontrak, sistem digital akan secara otomatis memberi peringatan dini yang terkoneksi langsung pada sistem informasi manajemen Kementerian ESDM.
"Di sana juga akan dilakukan langkah prefentif. Kalau dulu saat menggunakan proses manual, pengadaan ini menjadi sangat rapuh sekali. Tapi kalau ada digitalisasi, kebelanjutan dan ketahanan energi meningkat," ujar Darmawan.
Menurut data PLN, sepanjang 2017-2021 harga keekonomian/Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik lebih tinggi dari harga jual/tarif listrik rata-rata nasional.
"Saat ini tarif keekonomian listrik adalah sekitar Rp 1.400-1.500 per kWh. Namun, dengan adanya subsidi dari pemerintah yang disalurkan melalui PT PLN, maka masyarakat yang menerima subsidi hanya perlu membayar sekitar Rp 400-600 per kWh," jelas PLN dalam Laporan Tahunan 2021.
PLN juga menyatakan harga keekonomian listrik terus meningkat di tahun 2022, seiring dengan melonjaknya harga komoditas energi fosil.
"Pada tahun ini kita menghadapi gejolak global yang mengakibatkan kenaikan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik. Setiap kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) sebesar US$1 berakibat kenaikan BPP sebesar Rp500 miliar," jelas PLN dalam siaran pers di situs resminya, 13 Juni 2022.
Sebelumnya, pemerintah dan PLN telah menaikkan tarif listrik untuk golongan rumah tangga mampu 3.500 volt ampere (VA) ke atas dan gedung instansi pemerintahan dan penerangan jalan. Tarif baru ini berlaku mulai 1 Juli 2022.
Kenaikkan tarif ditetapkan sebesar 17,64% untuk kelompok rumah tangga mampu kelompok R2 dengan daya 3.500-5.500 VA, kelompok R3 dengan daya 6.600 VA ke atas, gedung pemerintahan kelompok P1 berdaya 6.600 VA-200 kVA tegangan rendah, dan penerangan jalan atau P3 tegangan rendah.
Dengan demikian, tarif listrik untuk keempat golongan pelanggan ini naik dari sebelumnya Rp 1.444,7 per kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh. Adapun kenaikan tarif tertinggi, yakni 36,61% ditetapkan untuk gedung pemerintahan kelompok P2 berdaya di atas 200 kVA tegangan menengah, dari Rp 1.114,70 per kWh menjadi Rp 1.522,88 per kWh.
Gedung instansi pemerintahan kategori P1 di antaranya kantor kecamatan, keluarahan, kepala desa, dan kantor dinas dengan daya listrik 6.600 VA hingga 200 kVA.
Sementara gedung-gedung instansi pemerintah kategori P2 di antaranya kantor bupati, walikota, pelayanan publik, gedung DPR/DPRD, dan kantor kejaksaan dengan daya listrik di atas 200 kVA. Sedangkan kategori P3/TR untuk penerangan jalan umum.
"Adapun pelanggan rumah tangga R2 mecapai 1,7 juta pelanggan dan R3 ada 316 ribu pelanggan. Sedangkan sebanyak 74,2 juta pelanggan yang masih butuh bantuan tidak mengalami perubahan tarif," kata Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo kepada wartawan di Gedung Kementerian ESDM Jakarta, Senin (13/6).
Sementara itu, tarif listrik bagi golongan rumah tangga di bawah 3.500 VA dipastikan tidak mengalami kenaikan. Hal serupa juga diberlaku bagi golongan bisnis dan industri dengan yang mencakup seluruh golongan daya listrik.
"Untuk golongan bisnis dan industri tidak dilakukan penyesuaian tarif karena dipertimbangkan untuk mendorong perekonomian. Mereka baru pemulihan pascapandemi dan kami tidak menaikkan tarifnya," tukas Darmawan.