Daftar Kenaikan Harga BBM 2023, Dexlite Melonjak Paling Tinggi 36%

Lavinda
Oleh Lavinda
2 Oktober 2023, 15:22
BBM
ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/hp.
Pengendara roda empat membeli BBM di salah satu SPBU di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Selasa (3/1/2023).
  • Oktober Rp 17.900
  • September Rp 16.900
  • Agustus Rp 14.350
  • Juli Rp 13.550
  • Juni Rp 13.250
  • Mei Rp 14.600
  • April Rp 15.400
  • Maret Rp 15.850
  • Februari Rp 16.850
  • Januari Rp 16.750

Kenaikan harga BBM non-subsidi ini dipicu lonjakan harga minyak mentah dunia sepanjang September 2023, setelah Arab Saudi mengurangi produksi sebesar satu juta barel per hari (bpd) hingga akhir 2023.

Tak hanya Arab Saudi, berdasarkan informasi Reuters, Rusia juga mengurangi pasokan minyak untuk pasar ekspor sebanyak 300 ribu bpd hingga akhir tahun mendatang.

Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak mengatakan pergerakan harga minyak mentah dunia hingga di atas US$ 90 per barel dipastikan memengaruhi harga jual BBM non-subsidi. Pasalnya, pembentukan harga BBM non-subsidi harus menyesuaikan dengan mekanisme pasar dan sisi keekonomian.

"Salah satunya harus menyesuaikan dengan komponen harga dasar BBM, termasuk fluktuasi harga minyak dunia. Itu hal yang wajar agar tak menimbulkan kerugian bagi perusahaan penyedia BBM, khususnya PT Pertamina (Persero)," kata Ali seperti dikutip Antara, Senin (2/10).

Ali menjelaskan secara umum, komponen harga dasar BBM terdiri atas biaya perolehan, biaya penyimpanan dan distribusi, serta proyeksi margin. Biaya perolehan merupakan biaya yang dibutuhkan untuk menyediakan BBM.

"Sedangkan, biaya penyimpanan dan distribusi merupakan biaya yang dibutuhkan untuk mendistribusikan BBM ke konsumen di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya

Terkait biaya perolehan BBM, lanjut Ali, acuan yang digunakan adalah harga indeks pasar BBM yang dipengaruhi oleh harga Indonesia Crude Price (ICP).

Saat ini, rerata tahun 2023 ICP bisa mencapai US$ 90 per barel, sehingga rata-rata harga indeks pasar BBM berada di atas level US$ 100 per barel.

Ali menuturkan secara alamiah dan mengikuti hukum ekonomi, terkait dengan BBM non-penugasan, seharusnya badan usaha bisa menerapkan harga fluktuatif sesuai mekanisme pasar dan pergerakan harga minyak dunia.

Namun, tingginya tingkat kerumitan dan potensi adanya gejolak membuat badan usaha lebih memilik metode "smooth" dalam pengaturan harga.

"Sebenarnya, itu tidak ada masalah asalkan proyeksi harga berdasarkan model berbasis forecasting bisa dilakukan dengan baik, data valid dan proyeksi yang akurat," ungkap Ali.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...