Menko Airlangga Beri Sinyal Perubahan Rencana Pensiun Dini PLTU
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memberi sinyal perubahan arah kebijakan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU. Ia menyebut operasional pembangkit berbahan bakar batu bara itu tidak menjadi masalah. Pemerintah akan mengembangkan fasilitas penyimpanan dan penangkapan karbon atau CCS untuk mengurangi emisi karbon di Indonesia.
"PLTU tidak apa-apa. Kami akan mengembangkan carbon capture storage," kata Airlangga di kantornya, Jakarta, Rabu (25/9). Pemerintah sedang melakukan uji coba pelaksanaan fasilitas tersebut.
CCS adalah teknologi penangkap emisi gas rumah kaca, untuk mencegah polusi udara terlepas ke atmosfer. Emisi yang tertangkap kemudian disimpan di bawah tanah secara permanen. Potensi CCS di Indonesia mencapai 400 sampai 600 gigaton, artinya seluruh emisi di dalam negeri dapat disimpan dengan teknologi ini selama 322 sampai 482 tahun.
Sehari sebelumnya, Airlangga juga sempat menyinggung soal rencana pensiun dini PLTU. "Masih ada mekanisme yang harus didalami," ucapnya.
Pensiun dini PLTU menjadi salah satu kebijakan pemerintah guna mempercepat transisi energi. Rencana ini sekarang mengalami kendala karena kebutuhan biaya yang sangat besar.
Berdasarkan kajian Institute for Essential Services Reform (IESR), biaya untuk pensiun dini PLTU mencapai US$ 4,6 miliar (sekitar Rp 69,5 triliun) hingga 2030 dan US$ 27,5 miliar (sekitar Rp 415,7 triliun) hingga 2050.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendata ada 13 pembangkit berbahan bakar batu bara yang masuk dalam daftar pensiun dini. Ke-13 pembangkit ini terpilih berdasarkan studi internal bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan United Nations Office for Project Services (UNOPS).
Kajian pembangkit masih terus berjalan seiring dengan penyusunan peta jalan pensiun dini PLTU. Pelaksanaan penghentian pembangkit ini akan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Di dalam Perpres ada beberapa kriteria pembangkit yang diatur, yaitu umur, kinerja, efisiensi, dan produktivitas PLTU. Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah kini sedang mencari dukungan. "Kami tidak mau nanti biaya pokok penyediaan listrik naik, kekurangan listrik, atau uang pemerintah keluar," ucapnya pada 21 Agustus 2024.
Program pensiun dini PLTU bertujuan untuk mempercepat transisi energi dari fosil ke baru terbarukan. Pemerintah berharap dengan menghentikan pemakaian pembangki tersebut emisi karbon dapat berkurang, kualitas udara naik, dan ketergantungan bahan bakar fosil berkurang.