Garam Lokal Tak Terserap Pasar, PT Garam Usul Perubahan Kebijakan
(Baca: Kemendag Minta Jokowi Tetapkan Garam Jadi Bahan Pokok Penting )
Usulan kedua, dia meminta adanya penetapan harga dasar garam. Tanpa kebijakan tersebut, harga garam kasar lokal (K1) bisa jatuh hingga Rp 350 per kg.
Selanjutnya, dia juga menyebutkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 88/M-IND/PER/10/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perindustrian No.134/M-IND/PER/10/2009 tentang Peta Panduan Pengembangan Klaster Industri Garam perlu diperbaiki. Sebab, aturan klaster garam tersebut menyebabkan garam lokal ditolak oleh pelaku industri lantaran kualitasnya dianggap tidak sesuai dengan kualifikasi.
Sebagaimana diketahui, aturan tersebut mengelompokkan kebutuhan garam berdasarkan garam konsumsi dan garam industri. Garam industri terbagi menjadi industri kimia, aneka pangan, farmasi, perminyakan, penyamakan kulit, dan water treatment.
Masing-masing industri tersebut memiliki ketentuan garam yang berbeda-beda. Kebutuhan garam setiap industri ditentukan berdasarkan yodium, standar, kadar natrium klorida (NaCl), kadar air, kalsium, magnesium, dan lainnya.
(Baca: Indonesia Impor Garam 2,2 Juta Ton, Puluhan Perusahaan Kantongi Izin)
Padahal, lanjut dia, garam yang diproduksi oleh PT Garam bisa digunakan untuk industri makanan dan minuman. "Tapi aturan tersebut menyebabkan keharusan standar yang berbeda-beda," ujar dia.
Sebagai informasi, banyak industri tidak bisa menggunakan pasokan garam lokal. Sebab, kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang diperlukan industri, salah satunya yang memiliki kadar NaCl 95-98%. Sementara, kadar NaCl garam dari petambak masih di bawah 94%.