Pemerintah Diminta Segera Buka Kran Impor Jagung Untuk Tekan Harga

Cahya Puteri Abdi Rabbi
24 September 2021, 14:06
jagung, impor
ANTARA FOTO/ Akbar Tado/foc.
Petani mengupas jagung dari kulitnya usai terendam banjir lumpur di Desa Sondoang, Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, Sabtu (4/9/2021). Banjir akibat luapan air Bendungan Kalukku yang terjadi pada Jumat (3/9) itu, menyebabkan ratusan hektar lahan pertanian jenis tanaman jagung rusak dan dipanen lebih awal. ANTARA FOTO/ Akbar Tado/foc.\

Kementerian Pertanian (Kementan)  pada Senin (20/9) mengklaim bahwa pasokan jagung cukup dan stabil. Wakil Menteri Pertanian Harvick Hasnul Qolbi mengatakan bahwa pasokan jagung mencapai 2,37 ton.

 Jumlah ini tersebar di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sebanyak 722 ribu ton. Lalu, di pengepul 744 ribu ton, di agen 423 ribu ton, dan sisanya di usaha lain sampai eceran ke rumah tangga.

Namun, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi pada Selasa (21/9) mempertanyakan kebenaran pasokan jagung untuk pakan ternak karena tingginya harga di pasaran. Pasalnya, data di lapangan menunjukan stok jagung jauh dari angka yang disebut Kementan.

“Kalau kita punya stok, gak mungkin harganya meroket seperti ini. Jangankan ngomong jutaan, 7.000 untuk kebutuhan satu bulan di Blitar aja gak ada,” kata Lutfi dalam Rapat Kerja dengan DPR RI, Selasa (21/9).

Lutfi menegaskan dirinya sudah memprediksi soal kenaikan harga jagung dikarenakan adanya kenaikan harga komoditas lainnya , seperti kedelai. Namun berbeda dengan jagung, menurutnya meski mengalami kenaikan harga, pasokan kedelai tidak pernah mengalami kekurangan.

 “Kalau benar ada barangnya, tidak mungkin hari ini loncat sampai ke Rp 6.100. Ini masalah suplai dan demand. Saya perkirakan akan jauh lebih seram lagi bulan depan karena sekarang itu masa tanam kan, paceklik,” kata dia.

Di sisi lain, Kementan membantah bahwa tingginya harga jagung disebabkan oleh kelangkaan pasokan. Harvick mengatakan bahwa penyebab harga jagung tinggi adalah disparitas harga antara harga acuan pembelian (HAP) dari Kementerian Perdagangan dengan harga yang ada di pasaran.

Selain itu, ada ketidaksinkronan antara pengusaha pakan besar dan kecil terhadap peternak rakyat. Sebab, peternak rakyat tengah membengkak biaya produksinya, sehingga tidak bisa menjual telur di atas Harga Pokok Produksi (HPP).

Halaman:
Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...