Sengketa Tiongkok dengan Malaysia, Laut Cina Selatan Kembali Panas

Sorta Tobing
24 April 2020, 14:21
sengketa laut cina selatan, laut china selatan, amerika serikat, australia, malaysia, vietnam
ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Ilustrasi. Tiongkok terus berusaha melakukan kontrol militer di Laut Cina Selatan yang menjadi sengketa dengan banyak negara, termasuk Malaysia.

Pemicu Sengketa Tiongkok dan Malaysia di Laut Cina Selatan

Drama ini sudah terjadi berbulan-bulan. Tiongkok dan Malaysia terus bersitegang di wilayah sengketa Laut Cina Selatan. Bloomberg menuliskan sejak Desember, kapal Petronas mulai menjelajahi perairan yang diklaim milik Cina dan Vietnam.

Kedua negara kemudian mengirim kapal untuk membayangi kapal Malaysia tersebut. Pada 16 April, Reuters melaporkan kapal surveyor dari Tiongkok, Haiyang Dizhi 8, masuk ditemani kapal penjaga pantai yang dikirim oleh Beijing. Aksi ini kemudian yang mendorong AS dan Australia untuk turun tangan.

Aksi unjuk kekuatan ini terus-menerus terjadi. Haiyan Dizhi kemarin masih berada dalam zona ekonomi eksklusif Malaysia, sekitar 209 mil (sekitar 387 kilometer) dari Kalimantan, menurut pelacakan kapal MarineTraffic.

Tiga kapal milik AS dan satu fregat Australia sebenarnya sedang mengadakan latihan bersama. Melihat situasi yang tidak kondusif, keempatnya lalu merapat ke arah wilayah sengketa tersebut.

(Baca: Insiden Natuna dan Kusutnya Sengketa Laut Cina Selatan)

Tiongkok Dirikan Dua Distrik Baru di Laut Cina Selatan

Beijing baru-baru ini mengumumkan pendirian administrasi baru di perairan Laut Cina Selatan. Ada dua kabupaten baru yang berada di bawah wewenang pemerintahan Sansha, sebuah pulau di selatan Hainan. Distri baru ini akan memerintah Paracels dan Macclesfield Bank, daerah yang diklaim oleh Vietnam dan Taiwan, serta Kepulauan Spratly yang tumpang tindih dengan negara lainnya.

Business Insider menuliskan selama enam tahun terakhir, Tiongkok terus berupaya memperluas kontrolnya dengan membangun pulau buatan dan fasilitas militer. “Dewan Negara menyetujui pembentukan distrik Xisha dan Nasha di bawah kota Sansha,” tulis Departemen Urusan Sipil pada Sabtu lalu.

Pemerintahan Xisha akan berbasis di Pulau Woody atau Pulau Yongxing. Sementara, pemerintahan Nansha di Fiery Cross Reef atau Yongshu Reef. Klaim ini bertentangan dengan Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.

“Karena pulau-pulau buatan dan infrastruktur penting di daerah itu sudah ada dengan baik, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuat kontrol administratif di daerah tersebut,” ujar Kang Lin, profesor dari Universitas Hainan.

(Baca: Dasar Hukum Klaim Laut Natuna Versi Indonesia vs Tiongkok)

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...