Lonjakan Covid-19 India & Negara Lain, WHO: Suramnya Solidaritas Dunia

Agustiyanti
3 Mei 2021, 09:10
India, infeksi Covid-19, pandemi global
ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/AWW/sa.
Ilustrasi. India saat ini mencatatkan jumlah kasus harian mencapai hampir 400 ribu kasus.

Awal pekan ini, Gedung Putih mengatakan akan menyumbangkan hingga 60 juta dosis vaksin AstraZeneca dalam beberapa bulan mendatang setelah tinjauan keamanan federal.

Lebih dari separuh total populasi Israel telah menerima setidaknya satu dosis vaksin virus korona, dan negara itu melonggarkan pembatasan

Tedros mengatakan, hanya 0,2% dari lebih dari 700 juta dosis vaksin yang diberikan secara global pada awal April 2021 diberikan di negara-negara berpenghasilan rendah. Sementara negara-negara berpenghasilan tinggi dan menengah ke atas menyumbang lebih dari 87% dosis.

Di negara berpenghasilan rendah, hanya satu dari lebih dari 500 orang yang telah menerima vaksin Covid-19. Ini jauh berbeda dibandingkan dengan hampir satu dari empat orang di negara berpenghasilan tinggi. Kondisi kontras yang digambarkan Tedros sebagai "ketidakseimbangan yang mengejutkan".

"Beberapa dari 92 negara berpenghasilan rendah bahkan belum menerima vaksin apa pun. Tidak ada yang saat ini menerima cukup dosis vaksin, beberapa ngara bahkan tidak menerima alokasi putaran kedua vaksin secara tepat waktu," kata Tedros.

Ia mengatakan bahwa inisiatif COVAX cukup berhasil. Namun untuk mewujudkan potensi penuhnya, pihaknya membutuhkan semua negara untuk meningkatkan komitmen politik dan keuangan yang diperlukan untuk mendanai sepenuhnya COVAX dan mengakhiri pandemi.

Banyak negara kaya telah menjanjikan dana, mereka kurang siap untuk melepaskan vaksin Covid-19 yang mereka miliki. Prancis pada pekan lalu menjadi negara pertama yang menyumbangkan dosis AstraZeneca dari pasokan domestiknya ke COVAX.

Michael Head, peneliti senior kesehatan global di Universitas Southampton, di Inggris mengatakan WHO menawarkan panduan, tetapi tidak memiliki banyak kekuatan.

"Jelas sekali pemerintah setiap negara bertindak demi kepentingan warganya sendiri, dan jika menyangkut pandemi, dunia cukup egois, semua negara cukup egois," kata dia.

HEALTH-CORONAVIRUS/PAKISTAN
HEALTH-CORONAVIRUS (ANTARA FOTO/REUTERS/Akhtar Soomro/AWW/sa.)

Satu-satunya solusi yang benar-benar global adalah inisiatif yang dipimpin oleh WHO yakni Aliansi Vaksin, yang dikenal sebagai Gavi dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi, COVAX. Keduanya digembar-gemborkan sejak tahun lalu untuk dengan memastikan akses global yang adil ke vaksin Covid-19 .

Tujuan awalnya adalah menyediakan 2 miliar dosis vaksin pada akhir 2021, yang seharusnya cukup untuk melindungi orang-orang yang berisiko tinggi dan rentan, serta pekerja perawatan kesehatan garis depan di negara-negara yang berpartisipasi, menurut Gavi.

Namun dalam menghadapi penimbunan vaksin oleh negara-negara kaya dan gangguan pasokan, COVAX tengah berjuang untuk mengikuti jadwal pengirimannya. COVAX mengirimkan batch pertama dosis vaksin Covid-19 ke Ghana pada 24 Februari dan telah mengirimkan 49,5 juta dosis vaksin virus corona ke 121 negara. Namun, ini jauh di belakang rencana awal pendistribusian 100 juta dosis pada akhir tahun.

"Tujuan awal kami adalah menjangkau 20% populasi, dengan fokus khusus pada 92 negara dan wilayah berpenghasilan terendah yang memenuhi syarat untuk mendapatkan dukungan dari Komitmen Pasar Lanjutan Gavi COVAX," kata juru bicara Gavi.

Sejak awal, COVAX telah berjuang untuk mendapatkan vaksin dari produsen, karena negara-negara kaya bergegas untuk mengambil alih pasokan vaksin global melalui kesepakatan bilateral mereka sendiri dengan perusahaan farmasi. Menurut data yang dihimpun oleh Duke University, negara-negara berpenghasilan tinggi saat ini memiliki 4,7 miliar dosis vaksin Covid-19, sementara COVAX hanya membeli 1,1 miliar.

Selain itu, hanya vaksin yang disetujui WHO yang dapat didistribusikan oleh COVAX. Sejauh ini, hanya vaksin dari Pfizer-BioNTech, Moderna, AstraZeneca dan Johnson & Johnson yang telah diberi lampu hijau untuk penggunaan darurat oleh WHO.

Meskipun memiliki tingkat kemanjuran yang tinggi sekitar 95%, vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna membutuhkan penyimpanan freezer - dan banyak negara berpenghasilan rendah tidak memiliki kapasitas penyimpanan dingin tersebut. Oleh karena itu, sebelum vaksin Johnson & Johnson disetujui oleh WHO pada Maret, COVAX sangat bergantung pada vaksin AstraZeneca, yang dapat disimpan pada suhu lemari es normal.

Pada awal Maret, dikatakan bahwa targetnya adalah mengirimkan 237 juta dosis tembakan AstraZeneca ke 142 negara pada akhir Mei - sebuah tujuan yang tidak mungkin tercapai mengingat penundaan pasokan dari India.

"Jika banyak dari vaksin AstraZeneca dibuat di India, dan India mengalami ribuan kematian setiap hari dan benar-benar kewalahan, maka Anda dapat melihat alasan lain mengapa COVAX terhambat," kata Dale Fisher, profesor penyakit menular di Universitas Nasional. Singapura.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...