Kisah Miris Lima Spesaly, Perempuan Afganistan yang Terpasung Haknya

Intan Nirmala Sari
7 Oktober 2021, 13:10
Kisah Miris Lima Spesaly, Perempuan Afganistan yang Terpasung Haknya
ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ismail/foc/cf
Mohammad Ismail | Para pria berjalan di antara puing-puing tangki bahan bakar dan truk setelah kebakaran semalam, di pinggiran kota Kabul, Afganistan, Minggu (2/5/2021).

Namun, dalam 15 hari setelah Afganistan kembali dikuasai Taliban, anggota keluarga, teman, dan kolega Lima hidup dalam ketakutan dan suasana hati yang buruk. Mereka kehilangan keberanian dan berharap itu semua hanya mimpi.

Teranyar, pekan lalu pasukan Taliban menyerang dan menghancurkan sebuah sel Negara Islam ISIS di utara Kabul, Minggu (3/10) malam. Menurut pejabat dan penduduk setempat, wilayah ibu kota yang biasanya tenang kembali mendengungkan suara tembakan dan ledakan selama berjam-jam.

Berdasarkan keterangan Zabihullah, unit khusus Taliban melakukan operasi terhadap ISIS di distrik ke-17 Kabul dan menghancurkan pangkalan mereka. Tak hanya itu, semua orang di dalamnya juga ikut terbunuh.

Berdasarkan keterangan penduduk setempat, sebelum memulai serangan, pasukan Taliban mengepung daerah itu dan beraksi di malam. Baku tembak berlangsung selama beberapa jam. Para penduduk terganggu oleh dua dentuman, ketika pejuang ISIS meledakkan bahan peledak.

Jurnalis Afganistan Lima Spesaly
Jurnalis Afganistan Lima Spesaly (Katadata)

Di sisi lain, Reuters melaporkan kalau pemerintahan baru Taliban kini tengah menghadapi serentetan masalah. Selain ekonomi, sebagian besar wilayah Afganistan juga dihadapkan risiko bahaya kelaparan.

Sebelumnya, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menjanjikan bantuan kemanusian US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,3 triliun untuk membantu Afganistan. Bantuan tersebut diharapkan mengurangi angka kemiskinan dan kelaparan yang meningkat sejak Taliban mengambil alih kekuasaan.

“Setelah beberapa dekade perang dan penderitaan, itu mungkin saat yang paling berbahaya. Tingkat kemiskinan dan layanan publik hampir runtuh dan banyak orang bisa kehabisan makanan pada akhir bulan ini saat musim dingin mendekat,” kata Sekretaris Jenderal Antonio Guterres yang dikutip BBC pada Selasa (14/9).

Sebelumnya, PBB telah menyerukan penggalangan dana US$ 606 juta. Hasil penggalangan tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan warga Afganistan yang paling mendesak seperti makanan dan obat-obatan.

PBB menyatakan, sekitar sepertiga dari dana yang terkumpul akan digunakan oleh Program Pangan Dunia (WFP). WFP menyatakan bahwa banyak warga Afganistan tidak memiliki akses uang tunai untuk membeli makanan yang cukup.

Situasi seperti ini dialami Lima. Ekonomi Afganistan telah memburuk dalam sebulan terakhir. Banyak keluarga mengungsi dari provinsi menuju Ibu Kota Kabul dan ke taman kota yang luas akibat pertempuran.

Bahkan, di lingkungan sekitarnya, sekitar 10 keluarga tidak memiliki makanan. “Musim dingin akan datang. Jika komunitas internasional dapat memenuhi janji bantuannya, ini akan menyelamatkan komunitas Afganistan dari bencana besar. Banyak orang miskin dan provinsi lain yang sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan,” kata Lima.

Wanita yang tampil anggun dalam balutan salwar kameez -baju tradisional Afganistan- bernuansa hijau tersebut berharap masyarakat internasional dan PBB bisa mengirimkan bantuannya segera. Melalui Bandara Kabul, bantuan sudah bisa masuk dan diharapkan meringankan masalah mendasar masyarakat di Afganistan.

Lima juga meminta agar PBB dan komunitas internasional tidak memunggungi Afganistan. Apalagi, banyak penduduk negara ini yang telah bekerja dengan warga negara asing. 

Ekonomi menjadi hal penting yang mempengaruhi kondisi masyarakat Afganistan saat ini. Lima juga menyampaikan bahwa protes yang kerap terjadi di Kabul bertujuan untuk membawa stabilitas ekonomi seiring maraknya keluarga yang mengungsi ke ibu kota.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...