Langkah Sri Lanka Larang Impor Pupuk Kimia Berujung Krisis Pangan

Andi M. Arief
11 Juli 2022, 15:21
Sri Lanka, krisis pangan
ANTARA FOTO/REUTERS/Dinuka Liyanawatte/foc/cf
Seorang anak perempuan di Kolombo, Sri Lanka, Senin (6/4/2020).

Akibatnya, seluruh industri pertanian mengalami kekurangan pasokan pupuk. Seperti dikutip dari Bloomberg, pendapatan negara dari pajak ekspor anjlok lantaran pasokan teh yang menjadi komoditas utama Sri Lanka karena persoalan pupuk.

Melihat dampak di luar perkiraan itu membuat Presiden Rajapaksa mencabut kebijakan larangan impor pupuk sintetis tersebut per November 2021.

Namun, dampak pencabutan pupuk kimia ini meluas. Mayoritas tanaman pangan di Sri Lanka adalah jenis hybrid yang harus mengonsumsi pupuk sintetis agar memiliki produktivitas maksimal.

Menteri Pertanian Sri Lanka Mahinda Amaraweera mencatat hasil panen beras pada musim panen sebelumnya telah anjlok hingga 50%. Amaraweera memproyeksikan produksi beras sepanjang 2022 dapat turun hingga 50% secara tahunan. Angka ini jauh lebih tinggi dari proyeksi Departemen Pertanian Amerika Serikat atau sebanyak 33% secara tahunan.

Sementara itu, Departemen Pertanian Amerika Serikat memprediksi produksi teh di Sri Lanka dapat turun hingga 35% secara tahunan. Artinya, Sri Lanka akan kehilangan pendapatan pajak senilai US$ 425 juta pada 2022.

Anjloknya produksi beberapa jenis pangan ini membuat inflasi harga-harga makanan melonjak hingga 50%. Tren inflasi di Sri Langka terus menunjukkan kenaikan sejak Oktober 2021. Berikut grafik Databoks: 

 

Untuk menghindari krisis pangan, Amaraweera mengimbau agar masyarakat menanam tanaman pangan di rumah. Amaraweera menilai strategi tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk menghindari krisis pangan. Lebih lanjut, pemerintah Sri Lanka meliburkan pegawai negeri sipilnya (PNS) pada Jumat untuk menanam tanaman pangan di rumah.

Untuk menutup kebutuhan pupuk, pemerintah Sri Lanka telah menyetujui pengeluaran senilai US$ 200 juta untuk mengimpor pupuk. Sejauh ini, pemerintah telah mendapatkan dana tersebut dari Bank Dunia dan Bank Penngembangan Asia (ADB) senilai US$ 150 juta. Di samping itu, Export-Import Bank of India telah menyalurkan pinjaman senilai US$ 55 juta untuk pembelian urea.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...