Insiden Natuna dan Kusutnya Sengketa Laut Cina Selatan

Pingit Aria
3 Januari 2020, 14:20
Tampak foto dokumentasi dalam layar, lima kapal asing masing-masing dengan alat tangkap Gilnet, memasuki teritori berdaulat Indonesia di sekitar perairan Natuna dan KP Hiu Macam 001 kemudian melakukan penyergapan satu persatu terhadap kelima kapal.
Arief Kamaludin|KATADATA
Tampak foto dokumentasi dalam layar, lima kapal asing masing-masing dengan alat tangkap Gilnet, memasuki teritori berdaulat Indonesia di sekitar perairan Natuna dan KP Hiu Macam 001 kemudian melakukan penyergapan satu persatu terhadap kelima kapal.

"Tiongkok memiliki kedaulatan atas Kepulauan Nansha dan memiliki hak yuridiksi atas perairan dekat dengan Kepulauan Nansha," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Geng Shuang, dalam jumpa pers di Beijing pada Selasa (31/12) lalu, seperti dikutip dari situs Kementerian Luar Negeri Tiongkok.
Geng menegaskan bahwa Tiongkok juga memiliki hak historis di Laut Cina Selatan. Menurutnya, nelayan-nelayan Tiongkok telah lama melaut dan mencari ikan di laut sekitar Kepulauan Nansha.

Padahal, klaim Tiongkok atas perairan itu juga tumpang tindih dengan sejumlah negara di Asia Tenggara seperti Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Bahkan, kepulauan yang oleh Tiongkok disebut Nansha itu juga memiliki nama lain, yakni Kepulauan Spratly.

Sidang sengketa yang digelar di Den Haag pada Juli 2016 telah memutuskan bahwa Tiongkok tidak mempunyai landasan hukum dalam berbagai tindakannya, termasuk membangun pulau-pulau buatan di Laut Cina Selatan. Sidang digelar atas tuntutan pemerintah Filipina yang juga mengaku mempunyai kedaulatan di Kepulauan Spratly.

Sebaliknya, meski berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan, Indonesia tidak memiliki sengketa wilayah dengan Tiongkok di perairan tersebut. Namun, Indonesia merupakan salah satu negara yang mendukung kode etik Laut Cina Selatan segera diterapkan untuk mencegah konflik.

Laut Cina Selatan adalah bagian dari Samudera Pasifik yang membentang dari Selat Karimata dan Selat Malaka, hingga Selat Taiwan. Dengan luas mencapai 3,5 juta kilometer persegi, perairan ini menjadi jalur utama bagi sepertiga pelayaran dunia. Selain itu, perairan ini juga punya potensi perikanan, serta cadangan minyak dan gas bumi yang besar.

Menurut “Limits of Oceans and Seas, 3rd Edition” (1953) yang dirilis oleh Organisasi Hidrografi Internasional (IHO), Laut Cina Selatan terletak di sebelah selatan Tiongkok, timur Vietnam, barat Filipina, bagian timur semenanjung Malaya, Sumatera, dan Singapura, serta utara Kepulauan Bangka Belitung dan Kalimantan.

(Baca: Premier Oil Mulai Salurkan Gas dari Proyek BIGP Blok Natuna)

Kemudian, dalam draf edisi ke-4 (1986), IHO mengusulkan pembentukan Laut Natuna, sehingga batas selatan Laut Cina Selatan digeser ke utara dan berbatasan dengan Kepulauan Natuna di sisi timur.

Potensi ekonomi yang besar dengan ratusan pulau tak berpenghuni membuat Laut Cina Selatan diperebutkan oleh berbagai negara. Mereka saling klaim hingga menimbulkan perbedaan penyebutan nama kepulauan, seperti Tiongkok dengan Nansha dan Filipina yang menyebutnya Spratly.

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...