Praktisi Hukum Minta Pembahasan RKUHP Libatkan Publik & Transparan

Image title
18 November 2019, 08:45
Sejumlah mahasiswa dari universitas se-Bekasi menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2019) menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Aliansi Nasional Reformasi mendesak DPR dan pemerintah unt
/home/ubuntu/Pictures/antarafoto/cropping/production/original/ANT20190926159.jpg
Sejumlah mahasiswa dari universitas se-Bekasi menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD, Kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/9/2019) menolak Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Aliansi Nasional Reformasi mendesak DPR dan pemerintah untuk melibatkan publik serta bersikap transparan dalam pembahasan RKUHP.

Aliansi Nasional Reformasi Hukum juga mengkritisi setidaknya terdapat tiga pasal bermasalah lain yang selama ini tidak disoroti DPR maupun pemerintah.

Pakar Hukum Fakultas Hukum Lingkungan dari Universitas Indonesia, Andri Gunawan mengungkapkan, pasal tersebut antara lain mengenai pertanggungjawaban korporasi dalam RKUHP (Pasal 45-50 RKUHP). Pasal 48 dan 50 dalam RUU KUHP tentang tindak pidana korporasi memasukkan rumusan yang tidak jelas dan sulit untuk diimplementasikan dalam tataran penegakan hukum.

"Jadi harus clear  tanggungjawab pengurus dan korparasinya. Kalau yang  itu diterapkan  akan berbahaya dan berpotensi terjadi pelanggaran HAM," katanya.

Kedua, rumusan tindak pidana lingkungan hidup dalam RKHUP (Pasal 346-347 RKUHP) masih bermasalah. Rumusan pasal ini kembali pada UU 23/1997.

Padahal UU tersebut tidak efektif dalam penegakan hukum lingkungan hidup sehingga diganti dengan UU 32/2009. Rumusan pasal 346 RKUHP akan menyulitkan pembuktian karena adanya unsur melawan hukum dan akibat. 

(Baca: Rencana Revisi KUHP Diminta agar Tidak Mengintervensi Hukum Adat)

Ketiga, yang tak pernah masuk 14 pasal bermasalah adalah Pasal 2 jo Pasal 597 RKUHP tentang living law atau hukum yang hidup di masyarakat. Klaim bahwa pasal ini dimaksudkan untuk mengakui masyarakat adat tidak tergambar oleh rumusan dalam RKUHP. Dalam Pasal 2 jo Pasal 597 tidak jelas yang dimaksud antara hukum yang hidup di masyarakat dengan hukum adat.

"Itu kemudian berpotensi semakin mempersulit," kata dia.

Kalangan mahasiswa juga turut mengkritisi RKUHP yang bermasalah itu. Bahkan, mahasiswa menyebut telah melakukan kajian ilmiah terhadap RKUHP sejak 2017 dan merilis hasil kajian di tahun 2018. Namun, hasil kajian itu tidak dipertimbangkan sehingga memunculkan gelombang demonstrasi besar-besaran beberapa waktu lalu.

"Jadi salah kalau ada yag bilang mahasiswa menolak RKUHP tanpa kajian, karena sudah dibahas sejak 2017," ujar Anissa Yusha Amalia, Ketua BEM FHUI 2019.

Dia menuturkan, gelombang aksi mahasiswa merupakan bantuk akumulasi kekecewaan, ditambah dengan partai yang ramai-ramai menyetujui RKUHP dan akhirnya kekecewan mahasiswa terakumulasi.

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...