DPR Akui Pengaturan Pidana dalam RKUHP Tak Gunakan Rumusan yang Jelas

Dimas Jarot Bayu
20 September 2019, 08:54
rkuhp, DPR, Pidana.
Sejumlah massa melakukan aksi demo di depan gedung DPR MPR RI, Jakarta Pusat (16/9). Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengakui sanksi pidana dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) belum sempurna.

Dalam pembahasan, hanya Pasal 418 tentang perzinahan yang sepakat untuk dihapus dengan alasan rentan disalahgunakan. Pasal ini berbunyi persetubuhan dengan janji akan dikawini akan dipidanakan. “Kami setuju untuk di-drop dalam forum lobi," kata Ketua Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin.

(Baca: Pasal Kontroversial Rancangan KUHP yang Segera Disahkan)

Meski demikian,masih ada sejumlah pasal yang dianggap menjadi masalah. Beberapa di antaranya adalah Pasal 281 yang berpotensi mengganggu kerja pers, Pasal 218 hingga 220 soal penghinaan kepada presiden dan wakil presiden, Pasal 304-309 tentang penistaan agama,  Pasal 417 sampai 419 yang mengatur perzinaan, hingga Pasal 604 soal tindak pidana korupsi.

Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menganggap Pasal 281 terkait gangguan proses peradilan multitafsir dan berpotensi mengkriminalisasi pers. Dalam pasal tersebut, orang yang tanpa izin pengadilan merekam dan mempublikasikan langsung sidang pengadilan akan dipidanakan.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Asnil Bambani Amri  juga mengkhawatirkan Pasal 444 yang mengatur pencemaran nama orang yang sudah meninggal berpotensi jadi pasal karet. “Ketika kita mengkritisi misalnya Soeharto, kemudian keluarganya tidak terima, akan terkena pencemaran nama baik orang mati,” kata Asnil saat berorasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Rabu (19/9).

(Baca: Audiensi Tolak RUU KPK & RKUHP, Mahasiswa Kecewa Ditemui Sekjen DPR)

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia Didin Hafidhuddin juga meminta pembahasan RKUHP ditunda. Menurutnya ada pasal yang berpotensi multitafsir seperti Pasal 480 soal perkosaan. “Sebaiknya ditunda jika butuh perbaikan,” kata Didin.

Selain itu RKUHP juga ditolak oleh massa dari Aliansi Masyarakat untuk Keadilan dan Demokrasi. Perwakilan kelompok tersebut, Lini Zurlia, merasa pasal-pasal yang melah berpotensi membuat masyarakat dipenjarakan. Selain itu ia merasa dalam proses pembuatannya, DPR cenderung tertutup.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...