Hasil Rekapitulasi KPU Mengkonfirmasi Keakuratan Quick Count

Image title
21 Mei 2019, 14:40
quick count, lembaga survei, Pilpres 2019
ANTARA FOTO/PUSPA PERWITASARI
Calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo (tengah) menyapa pendukung usai memantau hasil hitung cepat di Jakarta, Rabu (17/4/2019).

Mengutip Antara, Denny JA mengungkapkan, hasil quick count LSI saat ini sejatinya bukan rekor terbaik LSI. Sebab, tahun 2010 silam, LSI memperoleh rekor MURI karena selisih quick count Pilkada Sumbawa NTB tercatat 0,00%, sama persis dengan hasil KPUD yang diumumkan 14 hari kemudian.

Denny JA menyebut, publik kembali diperlihatkan bahwa ilmu pengetahuan membuat hasil Pemilu yang diikuti ratusan juta orang dapat diketahui hasilnya dengan cepat. Ia pun berujar, bahwa pihak-pihak yang menyebut lembaga survei membohongi publik, terpatahkan dengan hasil KPU.

(Baca: Dituduh Bohong, Lembaga Survei Buka Prosedur Hitung Cepat)

Pentingnya Literasi Terkait Survei dan Quick Count

Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengungkapkan, hasil rekapitulasi KPU yang mengkonfirmasi quick count yang dilakukan sejumlah lembaga survei menjadi bukti, bahwa apa yang selama ini dituduhkan kepada lembaga survei tidak benar.

Ia mengatakan, bahwa hasil Pilpres 2019 merupakan bentuk pembelajaran politik, karena sejak 2014 quick count kerap dipertanyakan terutama oleh kubu yang kalah. Saat itu terbukti Prabowo memperoleh hasil quick count yang salah.

Tudingan bahwa lembaga-lembaga survei yang melaksanakan quick count adalah lembaga bayaran dan lembaga abal-abal, ternyata dipatahkan oleh hasil resmi dan sejatinya metode yang digunakan lembaga-lembaga survei bisa dijelaskan metodenya.

"Selama ini selalu terbukti quick count tidak pernah salah, kecuali dari tiga lembaga survei yang memenangkan Prabowo," kata Yunarto.

Terkait apakah lembaga-lembaga survei, termasuk Charta Politika perlu mengambil tindakan hukum terkait tudingan-tudingan yang selama ini didengungkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, menurut Yunarto hal tersebut tidak diperlukan.

(Baca: Memahami Quick Count dan Real Count: Beda Kerja tapi Hasil Identik)

"Orang-orang yang memfitnah bahwa hasil quick count tidak benar dan menyebarkan kebohongan, menurut saya sudah mendapat sanksi sosial tersendiri. Publik kini melihat fitnah-fitnah yang ditebarkan terbukti salah dan terbukti mereka berbohong atau minimal tidak mengerti," kata Yunarto.

Meski demikian, Yunarto paham bahwa kegaduhan yang timbul akibat fitnah kepada hasil quick count, salah satunya disebabkan karena literasi publik akan metode survei dan cara membaca hasil quick count belum tersosialisasi secara baik.

Ke depan, agar Pemilu bisa lebih bagus dan tertib serta tak diselingi fitnah-fitnah, adalah tugas para lembaga survei bersama dengan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) untuk lebih agresif bekerja sama dengan media serta universitas untuk melakukan sosialisasi mengenai survei dan quick count.

Sosialisasi ini menurutnya mencakup pengenalan survei dan quick count, serta bagaimana cara menafsirkan survei dan membaca hasil quick count. Sehingga publik bisa melihat hasil hitung cepat yang dilakukan lembaga survei sebagai sesuatu yang sifatnya ilmiah.

"Publik pun bisa mengkritisi dalam konteks ilmiah, bukan hanya sekadar apakah ada yang membayar atau tidak. Karena ketika publik mengerti quick count adalah produk ilmiah, saya yakin pergunjingan yang terjadi seperti saat ini tidak akan terjadi," kata Yunarto.

(Baca: Beda Quick Count, Exit Poll, dan Real Count)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...