Divestasi Saham Freeport Indonesia Masih Tarik Ulur
Terkait persoalan divestasi saham Freeport Indonesia, Marinus menyebutkan bahwa pemerintah pusat lewat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah dua kali memfasilitasi mediasi untuk kedua pemerintah daerah tersebut, tetapi hal ini menemui jalan buntu.
Bahkan, upaya untuk mempertemukan Gubernur Papua Lukas Enembe dengan Direktur Utama Inalum Budi Gunawan telah dua kali dilakukan, baik dengan upaya pribadi dan meminta bantuan Kapolda Papua. Namun, pertemuan tersebut tetap tidak terjadi.
Marinus mengingatkan, bahwa jika hingga pada 21 Mei 2019 tidak ada titik temu di antara kedua pimpinan daerah itu, maka bukan tidak mungkin saham 10% tersebut akan diberikan kepada perusahaan konsorsium dalam hal ini kepada Inalum, sebagaimana perjanjian induk yang telah ditandatangani bersama.
"Ini patut disayangkan karena nantinya kita tidak akan mendapat apa-apa jika dikembalikan ke Inalum karena kedua pimpinan masih bersikukuh pada pendirian masing-masing. Padahal, upaya pemerintah waktu membeli 51% saham Freeport Indonesia sangat sulit dan rumit," ujarnya.
Marinus pun meminta kepada masyarakat Papua, baik yang ada di dalam negeri dan luar negeri, agar memahami hal ini dengan tidak mempolitisir masalah divestasi saham Freeport Indonesia. Karena persoalan yang ada sekarang ini bukan di pemerintah pusat tetapi di Papua dan Mimika.
(Baca: Pangkal Masalah Perebutan Saham Freeport oleh Pemkab dan Pemprov Papua)
Sementara itu, Corporate Secretary Inalum Rendy Witoelar menyatakan Marinus Yaung bukan merupakan staff khusus ataupun karyawan PT Inalum (Persero). "Pernyataan Marinus juga bukan merupakan sikap dan pendapat PT Inalum," kata Rendy dalam surat tertulis kepada Katadata, Senin (29/4).
*) Revisi: Artikel ini mengalami penambahan informasi pada Senin (29/4) yang dimuat pada alinea terakhir.