RI Resmi Bisa Lacak dan Rampas Aset Kasus Korupsi & Pajak di Swiss
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter baru saja menandatangani perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA). Bantuan hukum yang dimaksud termasuk melacak hingga merampas aset hasil kejahatan.
Bila mengacu pada keterangan tertulis Kementerian Kehakiman Swiss, perjanjian tersebut akan menjadi pijakan dua negara dalam bekerja sama untuk mendeteksi dan mengusut aktivitas kriminal khusus (particular crimes), seperti korupsi dan pencucian uang. Selain itu, mengacu pada pernyataan Yasonna, kerja sama bisa digunakan untuk memerangi penggelapan pajak atau kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
“Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya,” kata Yasonna seperti dikutip dari keterangan tertulis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Rabu (6/2).
(Baca: Membidik Pajak WNI yang Sembunyikan Harta di Negeri Orang)
Secara garis besar, perjanjian tersebut terdiri dari 39 pasal. Ruang lingkup kerja sama yang disepakati luas, termasuk di antaranya pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Yang menarik, atas usulan pemerintah Indonesia, perjanjian akan menganut prinsip retroaktif. Artinya, pemerintah dapat menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian, sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.
Adapun perjanjian yang ditandatangi di Bernerhof Bern, Swiss, pada 4 Februari 2019 tersebut, merupakan perjanjian MLA yang ke 10 antara Indonesia dengan negara lain. Sebelumnya, Indonesia telah menandatangani perjanjian serupa dengan Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korea Selatan, India, Vietnam, Uni Emirat Arab (UEA), dan Iran. Di sisi lain, bagi Swiss, ini merupakan perjanjian MLA yang ke 14 dengan negara non-Eropa.
Setelah penandatanganan perjanjian dengan Swiss ini, Yasonna berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera meratifikasi perjanjian tersebut agar dapat langsung dimanfaatkan oleh para penegak hukum, dan instansi terkait lainnya.