Pembebasan Baasyir Hanya Bisa Dilakukan Jika Presiden Ubah UU
Tak Mau Penuhi Syarat
Presiden Joko Widodo sebelumnya berencana membebaskan Baasyir pekan ini. Pembebasan tersebut berdasarkan pertimbangan kemanusiaan karena usia Baasyir yang sudah lanjut dan kondisi kesehatan yang semakin menurun.
Hanya saja, rencana pembebasan Abu Bakar Baasyir terkendala dua persyaratan yang belum disetujui oleh terpidana kasus terorisme tersebut. Kedua prasyarat yang dimaksud adalah pernyataan untuk setia kepada NKRI dan Pancasila, serta mengakui dan menyesali tindakan pidana yang dilakukan.
Ketua Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta mengatakan, soal setia pada Pancasila dan NKRI, Baasyir beralasan belum ada argumentasi yang memuaskan mantan pimpinan Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki tersebut. Penasihat hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra, sempat membujuk Baasyir dengan mengatakan Islam dan Pancasila tidak bertentangan.
Namun, Baasyir tetap berkukuh dengan pendapatnya. Sedangkan untuk poin penyesalan, Baasyir tidak mau mengakuinya. "Biarpun beliau dipenjara, namun tidak mau mengakui pidana," kata Mahendradatta.
Untuk itu, pemerintah saat ini tengah mengkaji kembali rencana pembebasan Baasyir. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengatakan, Presiden Jokowi tidak ingin terburu-buru untuk mengambil keputusan lantaran banyak aspek yang perlu dipertimbangkan. "Presiden bilang tidak boleh grusa-grusu (terburu-buru) dan serta-merta mengambil keputusan," kata Wiranto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (21/1) malam.
(Baca: Baasyir Tolak Dua Syarat Kebebasan: Setia Pancasila dan Akui Kesalahan)