Alasan Jaksa KPK Seret Dorodjatun dalam Kasus Dugaan Korupsi BLBI

Dimas Jarot Bayu
3 September 2018, 18:56
Dorodjatun Kuntjoro-Jakti
ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (kiri) saat sidang kasus korupsi penerbitan SKL BLBI di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/7/2018).

Meski tahu ada misrepresentasi, Dorodjatun bersama Syafruddin tetap mengusulkan penghapusbukuan utang petambak sebesar Rp 2,8 triliun kepada Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri. Usulan itu disampaikan keduanya ketika menghadiri Rapat Kabinet Terbatas di Istana Negara, Jakarta pada 11 Februari 2004.

"Ketika menyampaikan usulan itu, terdakwa (Syafruddin) tidak melaporkan bahwa Sjamsul Nursalim melakukan misrepresentasi," kata jaksa.

(Baca juga: Eks Kepala BPPN Pertanyakan Status Hukum Dorodjatun & Sjamsul Nursalim)

Dari penyampaian usulan tersebut, Megawati tidak memberikan keputusan dan persetujuannya. Meski demikian, Syafruddin tetap mengirimkan Ringkasan Eksekutif BPPN kepada Dorodjatun pada 12 Februari 2004 untuk penghapusbukuan utang petambak senilai Rp 2,8 triliun.

Dengan berpedoman pada ringkasan eksekutif BPPN, Dorodjatun pada 13 Februari 2004 kemudian menandatangani Keputusan No. KEP. 02/K.KKSK/02/2004. Keputusan itu menyetujui nilai utang masing-masing petambak plasma ditetapkan setinggi-tingginya sebesar Rp 100 juta.

Dengan penetapan nilai utang maksimal tersebut, maka sebagian utang pokok dihapuskan secara proporsional sesuai beban utang masing-masing petambak plasma. Selain itu, seluruh tunggakan bunga serta denda dihapuskan. Keputusan KKSK sebelumnya yang memerintahkan porsi utang unsustainable ditagihkan ke Sjamsul dan dialihkan ke PT DCD pun dinyatakan tidak berlaku.

"Sehingga mengakibatkan hilangnya hak tagih negara dalam hal ini BPPN kepada Sjamsul Nursalim," kata jaksa.

Pada 17 Maret 2018, Syafruddin dan Dorodjatun menggelar rapat bersama antara BPPN dengan KKSK yang membahas Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Usai rapat tersebut, KKSK mengeluarkan Keputusan Nomor 01/K.KKSK/03/2004 yang isinya antara lain menyetujui pemberian bukti penyelesaian perjanjian pemegang saham oleh Ketua BPPN berupa pelepasan dan pembebasan kepada Sjamsul.

Atas dasar itu, Syafruddin bersama Sjamsul yang diwakili istrinya, Itjih S Nursalim pada 12 April 2004 menandatangani akta perjanjian penyelesaian akhir No. 16. Akta tersebut menyatakan bahwa Sjamsul telah melaksanakan dan menyelesaikan seluruh kewajibannya sebagaimana telah diatur dalam MSAA.

Kemudian tanggal 26 April 2004, Syafruddin menandatangi surat SKL-22/PKPS-BPPN/0404 perihal PKPS kepada Sjamsul Nursalim sebesar Rp 28,4 triliun. "Sehingga mengakibatkan hak tagih utang petambak pada Dipasena menjadi hilang," kata jaksa.

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...