Acho dan Nasib Para Konsumen yang Terjerat Pasal Pencemaran Nama Baik

Dimas Jarot Bayu
8 Agustus 2017, 11:07
Demo Penghuni apartemen Green Pramuka
muhadkly.com

 (Baca: YLKI: Acho Korban Kriminalisasi Pengembang Green Pramuka)

Ada pula kasus yang menimpa Fathurrahman (27), warga Warungboto, Umbulharjo, Yogyakarta. Fathur dilaporkan ke polisi setelah ia menceritakan pengalamannya di dinding Facebook setelah kucingnya, Boy mati setelah berobat di klinik Naroopet.

Fathur menulis bahwa dia menduga terjadi malpraktik yang dilakukan Naroopet dan menuding orang yang menangani kucingnya bukan dokter atau paramedis tenaga kesehatan.

Pemilik klinik Naroopet Sri Dewi Syamsuri tidak terima dengan pernyataan Fathur. Dia lalu melaporkan Fathur ke Polda DIY dengan sangkaan Pasal 45 juncto Pasal 27 ayat 3 UU ITE mengenai pencemaran nama baik. Hingga saat ini, kasus Fathur masih ditangani penegak hukum.

Sebelum terbitnya UU ITE, Khoe Seng Seng, pemilik ruko ITC Mangga Dua mengalami proses hukum yang panjang setelah melemparkan kritikan kepada pihak pengelola PT Duta Pertiwi.

Seng Seng menuliskan keluhannya pada surat pembaca dua media masa, yakni Suara Pembaruan dan Kompas pada 2006. Kemudian, pada 24 November 2006 perusahaan milik Sinar Mas Group itu melaporkan Khoe ke Mabes Polri dengan tuduhan pencemaran nama baik.

(Baca: MA Kabulkan PK Khoe Seng Seng)

Seng Seng dijerat secara perdata dan pidana sekaligus. Gugatan pidana pada PN Jakarta Timur memutuskan Seng Seng bersalah dan dihukum enam bulan kurungan dengan percobaan satu tahun. Namun dalam putusan banding dia dianggap tidak bersalah dan dibebaskan dari hukuman.

Di kasus perdata, Seng Seng juga dianggap bersalah sehingga mesti membayar denda Rp 1 milyar. Kasus sempat bergulir ke MA yang memutuskan dia mesti membayar denda Rp 1 miliar. Barulah pada 2014, hakim di tingkat PK mengabulkan permohonan Seng Seng dan menganulir keputusan denda Rp 1 miliar.

Dengan berbagai kasus tersebut, Damar menyebut pasal pencemaran nama baik merupakan pasal karet yang seharusnya dihilangkan karena berpotensi disalahgunakan dan merugikan publik.

Damar menambahkan, jika pasal-pasal karet tersebut tak segera dikaji, ia memprediksi di masa mendatang akan lebih banyak kasus serupa. Apalagi saat ini merupakan lumrah memberikan peninjauan atau review terhadap hasil layanan.

"Jangan sampai ketika zamannya sudah menuntut transparansi terhadap layanan, kemudian ketika menyampaikan keluhan karena layanannya buruk, malah konsumen dituntut balik," kata Damar.

(Baca juga:  Kisruh Apartemen Berlanjut)

Halaman:
Editor: Yuliawati
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...