Impor Gas Terganjal Kesiapan Infrastruktur di Dalam Negeri

Anggita Rezki Amelia
7 Februari 2017, 18:30
pipa gas pertamina
Arief Kamaludin|Katadata

Di tempat yang sama, Senior Vice President Gas and Power PT Pertamina (Persero) Djohardi Angga Kusumah mengatakan kebutuhan gas di dalam negeri akan terus meningkat setiap tahunnya. Sementara pasokan yang ada dari dalam negeri semakin berkurang.

Dia memperkirakan pada 2030 kebutuhan gas mencapai 10.000 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Dari jumlah tersebut, Jawa Barat menjadi wilayah yang paling besar membutuhkan pasokan gas sebesar 2.500 mmscfd. (Baca: Aturan Terbit, PLN Bisa Impor Gas Bumi untuk Pembangkit)

Masalahnya, saat itu pasokan gas dalam negeri hanya sebesar 6.000 mmscfd, sehingga akan terjadi defisit sebesar 4.000 mmscfd atau sekitar 32 ton LNG. Defisit gas tersebut terjadi lantaran produksi gas dalam negeri terus menurun. Apalagi beberapa proyek-proyek migas seperti Masela, IDD, dan East Natuna masih belum berproduksi. "Makanya dibutuhkan impor," kata dia.

Meski prediksi ini masih lama, ada keuntungan juga yang bisa didapat jika impor gas dilakukan saat ini. Menurutnya harga gas di pasar spot dunia saat ini hanya US$ 5 per juta british thermal unit (mmbtu). Ini jauh lebih murah dibandingkan harga gas plant gate di Jawa Barat yang rata-rata mencapai US$ 9 per mmbtu.

Namun, Djohardi juga mengakui bahwa impor juga tidak selalu menjanjikan harga murah. Jika pasokan di pasar spot sudah imbang, tidak ada lagi gas yang berlebih, maka harga LNG dipastikan akan merangkak naik. "Ini tergantung situasi pasar internasional," kata dia.  (Baca: Pelaku Migas Minta Optimalkan Gas Dalam Negeri Sebelum Impor)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...