Ketua MPR: Pemerintah Lamban Respons Perbudakan ABK di Kapal Tiongkok

Happy Fajrian
10 Mei 2020, 14:26
abk indonesia, perbudakan kapal ikan tiongkok, ketua mpr, bambang soesatyo
MBC News
Ilustrasi, siaran MBC News mengenai dugaan perbudakan terhadap awak kapal Indonesia di kapal penangkap ikan berbendera Tiongkok.

"Surat ini penting karena asuransi di Indonesia baru bisa membayar asuransi ketiga almarhum jika ada Surat Keterangan Kematian yang diterbitkan oleh Kementerian Luar Negeri RI cq KBRI," katanya.

Namun menurut dia, permintaan surat keterangan tersebut sama sekali tidak direspons Kemenlu sejak Desember 2019, akibatnya asuransi para almarhum tidak bisa diurus selama berbulan-bulan.

(Baca: Soroti Dugaan Perbudakan ABK Indonesia, Susi Angkat Kasus Benjina)

Dia mengatakan, untuk membantu keluarga almarhum yang pasti mengalami kesulitan, para kolega hanya bisa memberi sebagian dari total Rp 150 juta nilai asuransi.

"Ketika informasi kematian dan pelarungan jenazah tiga ABK WNI itu mulai viral di dalam negeri, baru Kemenlu dan KBRI Seoul bergerak menerbitkan Surat Keterangan Kematian itu. Cara kerja seperti ini tentu saja sangat mengecewakan, karena bisa menumbuhkan citra yang negatif bagi pemerintah," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa seharusnya ketika ada WNI yang meninggal di negara lain akibat eksploitasi, Kemenlu dan KBRI hendaknya responsif untuk menunjukan kehadiran negara dan pemerintah.

(Baca: Sejumlah ABK Indonesia Mengalami Perbudakan di Kapal Milik Tiongkok)

Halaman:
Reporter: Antara
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...