Kalung Eucalyptus dan Upaya Melawan Corona Lain yang Jadi Kontroversi

Image title
6 Juli 2020, 12:46
Ilustrasi tes pencegahan corona. Kalung eucalyptus produksi Kementan menuai kontroversi. Namun sebelumnya produk lain untuk melawan corona mengalami hal serupa, apa saja?
ANTARA FOTO/REUTERS/Sergio Flores/WSJ/cf
Ilustrasi tes pencegahan corona. Kalung eucalyptus produksi Kementan menuai kontroversi. Namun sebelumnya produk lain untuk melawan corona mengalami hal serupa, apa saja?

Kontroversi Klorokuin dan Jamu Covid-19

Sebelum kalung eucalyptus menuai kontroversi, obat bernama klorokuin telah lebih dulu. Presiden Jokowi pada 23 Maret lalu sempat menyebutnya mampu mengobati corona. Ia menyatakan, “di beberapa negara klorokuin digunakan, banyak pasien covid-19 sembuh dan membaik kondisinya.”

Presdien AS Donald Trump di bulan yang sama pun sempat mengumumkan Foods and Drugs Administration (FDA) AS telah menyetujui penggunaan klorokuin untuk mengobati corona. Namun, selang beberapa hari setelah pengumuman ini seorang pria berusia 68 tahun di Arizona justru meninggal setelah mengonsumsi klorokuin. Sementara istrtinya yang turut meminum obat ini mendapat perawatan intensif.

Organsiasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dilansir Statnews.com pada 18 Maret menyatakan klorokuin yang merupakan obat malaria masih membutuhkan uji coba lebih lanjut. Uji coba pun dilakukan WHO bersama beberapa negara seperti Argentina, Bahrain, Kanada, dan Prancis dalam proyek bernama SOLIDARITY. Namun, sampai sekarang uji coba belum menemukan titik terang klorokuin mampu menyembuhkan corona.  

Sedangkan Komisioner FDA Amerika, Dr Stephen M Hahn membantah pernyataan Trump bahwa pihaknya telah mengizinkan konsumsi bebas klorokuin untuk mengobati corona, seperti dilansir The New York Times. Hal ini karena keberhasilan klorokuin mengobati corona masih sebatas uji laboratorium, bukan uji klinis.

(Baca: Ratusan Ilmuwan Sebut Covid-19 Bisa Menyebar Melalui Udara)

Setelah klorokuin, kontroversi menimpa jamu bernama Herbavid-19 yang diluncurkan Satgas Covid-19 DPR RI untuk mengobati corona pada April lalu. Jamu ini dibagikan gratis sebanyak 3000 buah kepada pasien corona.

Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia, Inggrid Tania menyatakan, banyak dokter yang khawatir Herbavid-19 bisa menimbulkan efek samping negatif pada pasien corona.

“Kalau diberikan ke pasien merkea takut pertanggung jawaban kalau sampai terjadi sesuatu,” kata Ingrid, Senin (27/4).

Kekhawatiran ini lantaran belum ada uji klinis dan izin dari BPOM untuk Herbavid-19. Namun, BPOM akhirnya mengeluarkan izin pada 30 April dengan nomor TR20364321 sebagai obat tradisional yang memiliki takaran 170 ml.

Sementara, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu Dwi Ranny Pertiwi memprotes impor Herbavid-19 dari Tiongkok. Padahal menurutnya, seluruh bahan baku jamu tersebut terdapat di dalam negeri dan bisa dibuat oleh pengusaha jamu lokal.

“Jadi kami keberatan ternyata kami dari jamu Indonesia tidak dianggap Satgas DPR ini,” katanya, (27/4).

(Baca: Ahli Epidemologi: Kalung Eucalyptus Tak Bisa Diklaim Antivirus Corona)

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...