Serikat Pekerja Siapkan Judicial Review UU Cipta Kerja

Rizky Alika
7 Oktober 2020, 14:18
Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, di Alun-alun Serang, Banten, Selasa (6/10/2020). Mereka mendesak pemerintah dan DPR membatalkan Undang-undang t
ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.
Ratusan mahasiswa dan buruh yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bersatu berunjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja, di Alun-alun Serang, Banten, Selasa (6/10/2020). Mereka mendesak pemerintah dan DPR membatalkan Undang-undang tersebut serta menyerukan semua lapisan masyarakat untuk menolaknya karena dinilai sangat merugikan buruh. ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/hp.

Selain itu, penyusunan UU Cipta Kerja juga tidak sesuai dengan Konvenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang diratifikasi Indonesia melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.

Pasal 25 ICCPR menyebutkan, setiap warga negara memiliki hak dan kesempatan untuk mengambil bagian dalam pelaksanaan urusan publik, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilih secara bebas. Pasal 5 Komentat Umum Nomor 25 menyebutkan, keterlibatan ini mencakup formulasi dan implementasi kebijakan di tingkat lokal

Ary pun mempertanyakan pengesahan UU Cipta Kerja dilakukan lebih cepat dari jadwal. Pembahasannya pun dilakukan pada hari Sabtu dan Minggu. "Ini bisa dibilang absurd, sengaja pemerintah berusaha untuk lebih cepat. Bisa dibilang pengkhianatan kepercayaan publik," ujar dia.

Gugatan dari Tamansiswa

Selain klaster ketenagakerjaan, munculnya pasal pendidikan di UU Cipta Kerja juga menjadi polemik. Pengurus Persatuan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Ki Darmaningtyas mengaku kecewa karena pasal pendidikan masih tercantum dalam UU Cipta Kerja.

Sebelumnya, dalam rapat Panitia Kerja Badan Legislatif, DPR dan pemerintah sepakat untuk mengeluarkan sektor pendidikan dalam draf RUU Cipta Kerja. Kesepakatan itu diputuskan dalam rapat kerja pembahasan RUU Cipta Kerja yang digelar pada Kamis (24/9). Namun setelah disahkan pada Senin (5/10), sektor pendidikan tetap diatur dalam UU tersebut.

Ketentuan dalam Pasal 26 memasukkan entitas pendidikan dalam salah satu sektor perizinan berusaha. Kemudian pasal 65 menjelaskan pelaksanaan perizinan pada sektor pendidikan dapat dilakukan melalui Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam UU ini.

“Keberadaan pasal ini sama saja dengan menempatkan pendidikan sebagai komoditas yang diperdagangkan,” kata Ki Darmaningtyas dalam keterangan tertulis, Selasa (6/10).

Hal tersebut, menurutnya bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan bangsa. Kemudian, pasal 31 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan bahwa pendidikan itu merupakan hak yanag dimiliki oleh setiap warga dan negara wajib membiayai, minimal sampai pada tingkat pendidikan dasar.

Atas dasar pertimbangan tersebut, Pengurus Persatuan Keluarga Besar Taman Siswa akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi ( MK). “Jika melalui jalur ini pun kami kalah, tidak masalah, yang penting kami sudah menyatakan sikap kami untuk tetap setia pada Pancasila dan UUD 1945 secara konsisten, bukan hanya untuk kedok saat sumpah jabatan saja,” tutur Ki Darmaningtyas.

Halaman:
Reporter: Rizky Alika
Editor: Pingit Aria
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...