Kantongi Izin HTR, Masyarakat Register 40 Tak Lagi Ragu Berkebun

Hanna Farah Vania
Oleh Hanna Farah Vania - Tim Riset dan Publikasi
11 Desember 2020, 20:06
Lokasi HTR di Wilayah UPTD KPH Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
UPTD KPH Gedong Wani
Lokasi HTR di Wilayah UPTD KPH Gedong Wani Dinas Kehutanan Provinsi Lampung
Kawasan hutan produksi UPTD KPH Gedong Wani di Register 40
Kawasan hutan produksi UPTD KPH Gedong Wani di Register 40 (UPTD KPH Gedong Wani)

Hingga pada tahun 2016 lahir program Perhutanan Sosial. KPH Gedong Wani dan masyarakat yang tinggal di Register 40 sepakat skema Perhutanan Sosial dapat jadi solusi. “Akhirnya kami semua sepakat untuk mengajukan izin skema HTR (Hutan Tanaman Rakyat),” ujar Dwi. Melihat sumber mata pencaharian masyarakat berasal dari hasil hutan, khususnya kayu, izin HTR diharapkan dapat meningkatkan kualitas budidaya dengan menerapkan teknik agroforestri.

Dengan pertanian terpadu, masyarakat yang bergantung pada pemeliharaan hewan ternak dan hasil hutan bukan kayu juga dapat menuai manfaat. Namun, proses ini pun tak mudah. “Masyarakat itu awalnya juga takut dibohongi lagi seperti sebelum-sebelumnya, makanya mereka berhati-hati sekali,” Dwi bercerita. Sehingga, perlu komunikasi yang intens untuk membangun kepercayaan masyarakat dengan dibantu oleh penyuluh kehutanan dari Dinas Kehutanan dan pendamping dari Bakti Rimbawan.

Surat Keputusan (SK) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) HTR pada 2018 dengan total luasan 3.508 Ha akhirnya keluar. Hingga saat ini terdapat 5 gabungan kelompok tani yang mendapat izin HTR. Upaya tidak berhenti di situ, kecamatan lain yang belum mendapat izin Perhutanan Sosial akan diupayakan untuk mendapat izin skema Kemitraan Kehutanan.

Dengan adanya skema HTR, masyarakat merasa aman karena tidak lagi merasa was-was suatu saat akan diusir dari tempat tinggalnya. Seperti yang dirasakan oleh Sugiman, petani karet sekaligus ketua Gapoktan HTR Jaya Abadi. “Kami sekarang punya keleluasaan untuk berusaha dan berkebun, tidak ragu-ragu lagi,” katanya saat bercerita dengan Tim Riset Katadata secara daring (4/11).

Gapoktan yang Ia pimpin sudah 35 tahun berdiri. Mereka membudidayakan karet, akasia, sengon juga tanaman holtikultura seperti jagung dan singkong. Tak hanya melulu berkebun dan bertani. “Mulai Juli tahun ini, kami bangun UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dari hasil panen,” kata Sugiman. Dia dan teman-temannya mulai mengembangkan usaha keripik dan kerajinan bamboo serta taman wisata.

Sebelum ada HTR, pendapatan masyarakat tidak menentu. Sekarang, Sugiman dan teman-temannya bisa mendapatkan Rp 1 juta – Rp 2,5 juta per bulan. “Peningkatan pendapatannya hampir 100 persen,” katanya.

KPH Gedong Wani menjadi pemenang survei dalam konteks penyelesaian konflik yang diselenggarakan oleh Katadata Insight Center (KIC) dengan tajuk “Survei kepada Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS)”. Survei dilaksanakan pada 15 – 24 September 2020 dengan mewawancarai 210 orang responden dari 103 KUPS. Survei menilai KPH Gedong Wani sebagai pemegang izin yang paling banyak menyelesaikan konflik dalam satu tahun.

Jumlah Konflik yang Dihadapi Responden Sebelum dan Sesudah Perhutanan Sosial Per Tahun
 

Penyelesaian konflik melalui mediasi dipandang jadi jalan keluar terbaik. 79,5 persen responden merasakan keberhasilan resolusi konflik lahan melalui mediasi. Pemberian jaminan kepastian hukum melalui izin perhutanan sosial jadi alternatif lain penyelesaian konflik.

Perhutanan Sosial
 

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...