Wacana Presiden Tiga Periode Dinilai Khianati Tujuan Reformasi
Isu skenario masa jabatan presiden tiga periode mulai ramai lagi belakangan ini. Wacana ini ditentang sejumlah pengamat lantaran tak sesuai dengan tujuan reformasi.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan jika terealisasi, perubahan masa jabatan bisa membuat demokrasi RI semakin terpuruk. Padahal, pembatasan periode keterpilihan presiden maksimal dua kali adalah salah satu tujuan reformasi.
"Ini (bisa) membuat Indonesia dan Pak Jokowi lebih terpuruk karena demokrasi semakin mundur," kata Hendri kepada Katadata.co.id, Rabu (23/6).
Hendri juga menduga ada pihak yang dekat dengan kekuasaan merancang wacana seperti ini. Meski tak menyebut pasti siapa mereka, dia mengatakan usaha seperti ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap reformasi.
"Semua ini hanya keinginan sekelompok orang yang sedang menikmati dan ingin memperpanjang kenikmatan ini dengan menjadi pengkhianat reformasi," ujarnya.
Sementara, pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin mengatakan rakyat tidak memerlukan amendemen konstitusi. Bahkan Ujang mengatakan gerakan tersebut bisa jadi ingin menjerumuskan Jokowi lantaran mantan Wali Kota Solo itu tidak menginginkan tiga periode.
"Gerakan hore yang berbahaya bagi demokrasi. Karena ingin memaksakan Jokowi 3 periode," katanya.
Ia menduga wacana ini muncul karena ada pihak yang takut kehilangan jabatan dan kekuasaan. Apalagi Jokowi dipastikan tak bisa maju lagi pada Pemilihan Presiden 2024.
Sedangkan pengamat politik dari Lingkar Madani Ray Rangkuti menyarankan Jokowi lebih baik fokus memperbaiki sejumlah hal seperti mengatasi pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meningkatkan profesionalisme aparat hukum, hingga melindungi hak asasi manusia (HAM).
"Membatasi jabatan presiden untuk mencegah berbagai hal negatif di atas makin jauh berkembang adalah salah satunya," kata Ray.
Sebelumnya beredar kabar adanya pejabat Istana yang mengajak diskusi sejumlah tokoh terkait masa jabatan presiden selama tiga periode. Hal ini dilakukan lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Padahal Jokowi telah berulang kali mengatakan dirinya tak memiliki niat memperpanjang masa jabatannya saat ini yang akan berakhir 2024 mendatang. Bahkan ia sempat mengatakan ada tiga maksud dari pihak-pihak yang melemparkan wacana masa jabatan Presiden menjadi tiga periode.
Pertama, pihak tersebut bermaksud menampar mukanya. Kedua, pihak tersebut ingin mencari muka di depan Jokowi. “Yang ketiga, ingin menjerumuskan,” kata Presiden pada 12 Desember 2019 silam.
Pernyataan serupa disampaikan lagi oleh Jokowi pada 15 Maret 2021 lalu. Mantan Wali kota Solo itu mengatakan konstitusi telah mengamanatkan bahwa jabatan Presiden hanya berlaku maksimal dua periode.
Oleh sebab itu Jokowi meminta tak ada pihak yang menimbulkan polemik. “Jangan buat kegaduhan baru, apalagi kita sedang fokus menangani pandemi,” ujarnya.
Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rahman juga menegaskan bahwa penyataan Kepala Negara tegak lurus dengan Konstitusi UUD 1945 dan setia terhadap Reformasi 1998. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 7 UUD 1945 amendemen ke-1.
"Penegasan Presiden Jokowi menolak wacana presiden 3 periode, yang pertama pada 12/2/2019. Yang kedua pada 15/3/2021," ujar Fadjroel dalam keterangannya, Sabtu (19/6).