Ombudsman Minta Pemerintah Bentuk Tim Pengawas Pupuk Bersubsidi
Terakhir adalah agar alokasi pupuk bersubsidi diberikan kepada petani dengan luas lahan garapan dibawah 1 hektar dengan komoditas strategis dan rasio realisasi dengan kebutuhan pupuk minimal 60%.
Ombudsman juga meminta Kementan memperbaiki akurasi penerima pupuk bersubsidi. Pendataan yang dilakukan saat ini disebut lama dan rumit sehingga berujung pada ketidakakuratan sasaran.
Beberapa hal yang menjadi penyebab data tak akurat antara lain karena tidak semua petani tergabung sebagai anggota kelompok tani. Kemudian tidak semua anggota Kelompok Tani terdaftar dalam sistem elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok alias (e-RDKK). Lalu tidak semua petani yang terdaftar dalam e-RDKK mendapatkan pupuk bersubsidi.
Selain membentuk tim pengawas, Kementan juga perlu memperluas kewajiban distributor untuk memiliki pengecer setiap desa melalui kerja sama dengan Bumdes dan koperasi.
Kementan juga perlu melakukan publikasi informasi prosedur, mekanisme dan persyaratan rekrutmen distributor dan pengecer yang dapat diakses oleh publik. Selain itu mereka juga harus menyempurnakan skema penunjukkan pengecer khususnya pada persyaratan yang berkaitan dengan penguasaan sarana pendukung dan kepemilikan modal.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo geram lantaran subsidi pupuk yang puluhan tahun digelontorkan dari anggaran negara dianggapnya sia-sia. Kemarahan Presiden ini lantaran program tersebut hanya menjadi rutinitas tapi tak berdampak kepada produksi pertanian nasional.
"Kita beri pupuk, 'kembaliannya' ke kita apa? Apakah produksi melompat naik? Rp 33 triliun (subsidi), saya tanya 'kembaliannya' apa?" kata Jokowi dalam Rakernas Pembangunan Pertanian Tahun 2021 pada 11 Januari lalu.