Mengenal Riwayat Sistem Tanam Paksa di Indonesia

Image title
17 Desember 2021, 23:33
Tanam Paksa
ANTARA FOTO/Arnas Padda/yu/wsj.
Ilustrasi - Pedagang tebu menunggu pembeli di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (11/2/2021). Sejumlah pedagang tebu musiman di daerah itu memanfaatkan perayaan Tahun Baru Imlek 2572 dengan menjual perlengkapan sembahyang warga keturunan Tionghoa seperti tebu dan menjadi sumber pendapatan tambahan bagi mereka di tengah pandemi COVID-19.

Dalam sistem ini, penduduk desa diminta untuk menanam hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasaran dunia pada saat itu untuk diekspor. Mereka menanam teh, kopi, tebu dan lain lain.

Melalui kebijakan ini, pemerintah Belanda mewajibkan rakyat menanami seperlima dari tanahnya untuk kemudian menyerahkan hasil ladang kepada Belanda.

Penyimpangan sistem tanam paksa adalah semakin bertambahnya penggunaan lahan sampai mencapai setengah bagian ladang. Selain itu, tanah yang awalnya digarap petani pribumi dan telah dibebaskan dari pajak pada pelaksanaannya tetap saja dikenai pajak sewa tanah. Hasil penjualan tanaman-tanaman tersebut juga harus diserahkan kepada Belanda.

Jika rakyat tidak memiliki lahan, maka mereka dapat menggantinya dengan berkontribusi dalam pengangkutan hasil-hasil kebun atau pabrik selama kurang lebih 66 hari.

Kenyataan pahit lainnya, kerugian panen yang sejatinya akan ditanggung oleh Belanda, nyatanya tidak terjadi. Petani yang mengalami gagal panen harus menanggung sendiri semua kerugiannya. Semua pekerjaan pun diawasi oleh pengawas dari pribumi sedangkan para petinggi dari Belanda hanya mengawasi pekerjaan secara umum.

Tanam paksa boleh dibilang merupakan era paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda di Indonesia. Sistem ini bahkan jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC karena ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah.

Petani yang pada zaman VOC wajib menjual komoditas tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang memberikan sumbangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia Belanda pada 1835 hingga 1940.

Dampak Tanam Paksa Terhadap Indonesia

Diterapkannya sistem penanaman secara paksa tentu memberikan berbagai dampak terhadap di Indonesia. Bahkan, terdapat dampak-dampak yang mungkin mempengaruhi keadaan Indonesia sekarang. Kira-kira apa saja ya dampak tanam paksa terhadap kehidupan rakyat Indonesia saat itu?

  1. Indonesia jadi kenal sama tanaman yang laku diperdagangkan secara internasional, atau dengan kata lain jadi punya komoditas ekspor yang laku seperti kopi, teh, tarum, dan lain sebagainya.
  2. Tenaga buruh menjadi murah dan masyarakat pedesaan mengenal sistem permodalan sehingga terjadi perubahan pola transaksi dari pola transaksi tradisional ke arah pengembangan ekonomi moneter.
  3. Rakyat Indonesia kelaparan karena tidak bisa menanam padi maupun jagung untuk dimakan. Korban jiwa pun tidak dapat dihindari.
  4. Rakyat Indonesia harus mengalami kemiskinan karena harga diatur oleh pihak Belanda. Mereka juga masih harus membayar pajak.
  5. Infrastruktur Indonesia dibangun demi memperlancar distribusi hasil tanam paksa. Contohnya jembatan, jalan raya, pelabuhan, dan rel kereta api dikembangkan untuk mengangkut hasil tanam paksa.

Penerapan sistem yang tidak manusiawi ini mendapatkan banyak kritik dari pejuang Indonesia serta aktivis HAM di Belanda. Pada akhirnya sistem ini dihentikan pada tahun 1970. Untuk “membalas budi” terhadap rakyat Hindia Belanda (Indonesia), Belanda menerapkan sistem Politik Balas Budi atau yang juga dikenal sebagai Politik Etis.

Halaman:
Editor: Intan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...