Sejarah Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Siti Nur Aeni
31 Januari 2022, 18:07
Situasi pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
id.wikipedia.org
Situasi pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Untuk mencegah terjadinya ekses politik sebagai akibat ditolaknya usulan pemerintah, maka A.H. Nasution selaku Penguasa Perang Pusat mengeluarkan PEPERPU/040/1959 atas nama pemerintah yang isinya larangan adanya kegiatan politik termasuk menunda semua sidang dewan konstituante.

Suwiryo selaku KASD dan Ketua Umum PNI juga menyarankan kepada presiden untuk mengumumkan bahwa UUS 45 kembali berlaku. Tanggal 3 Juli 1959, Presiden Soekarno kemudian mengadakan pertemuan dengan dewan DRP Sartono, Perdana Menteri Djuanda, anggota dewan nasional (Roelan Abdoel Gani dan Muh. Yamin), dan Ketua Mahkamah Agung Mr. Wirjono Prodjodikoro.

Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyepakati diberlakukannya kembali UUD 45 sebagai konstitusi negara tanpa persetujuan konstituante. Pertujuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat Presiden Soekarno yang dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Kegagalan konstituante dalam merumuskan UUD baru, membuat lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa mengetahui bahwa tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu untuk menyelamatkan negara yang pada saat itu sedang genting.

Dalam buku “Modul Sejarah Indonesia Kelas XII KD. 3.4 dan 4.4, berikut tiga dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

  1. Pembubaran konstituante.
  2. Tidak berlakukannya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
  3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Setiap peristiwa pasti memiliki dampak, termasuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mengutip dari tirto.id, berikut tiga dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bagi Indonesia.

  1. Mengakhiri tugas kabinet, parlemen, dan periode sistem parlementer.
  2. Mengakhiri demokrasi parlementer.
  3. Berakhirnya periode partai politik yang membuat peranan palemen perlahan dipegang langsung oleh Presiden Soekarno yang akhirnya melahirkan sistem pemerintahan demokrasi terpimpin.

Sekilas Tentang Demokrasi Terpimpin

Setelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintahan Indonesia menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Menurut penjelasan di Jurnal Legislasi Indonesia 15(1), ciri-ciri dari demokrasi terpimpin sebagai berikut:

  1. Terdapat dominasi presiden.
  2. Lembaga tertinggi dan lembagai tinggi negara tidak berfungsi.
  3. Paham komunis semakin berkembang.
  4. Peran ABRI sebagai unsur sosial politik semakin besar.

Kemunculan demokrasi terpimpin di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

  1. Kegagalan badan konstituante dalam menyusun undang-undang baru.
  2. Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
  3. Muncul gerakan separatisme yang ingin mengambil alih kekuasaan secara paksa.
  4. Sering berganti kabinet yang menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.
  5. Muncul persaingan antar partai politik.

Halaman:
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...