Fenomena Vote Buying Membayangi Pemilu di Indonesia
Oleh sebab itu, Berenschot mengusulkan perbaikan dengan mekanisme Smart Reform atau reformasi cerdas. Smart Reform dapat dilakukan dengan menganalisis dan mengubah struktur insentif yang dihadapi para politisi.
Salah satu caranya adalah dengan memperkuat kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), untuk mengurangi fenomena vote buying. Kemudian para ahli politik dapat diberi tugas untuk membuat proposal reformasi sistem Pemilu. Upaya-upaya tersebut dinilai Berenschot dapat mengurangi fenomena vote buying dengan meminimalisir biaya kampanye.
“Reformasi sistem pemilu dapat membuat kampanye pemilu lebih murah,” ungkapnya.
Terkait dengan Pemilu, Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Wijayanto, menyampaikan bahwa Indonesia akan mengalami masa paling kritis dalam demokrasi pasca-Pemilu. Masa kritis tersebut diprediksinya akan terjadi pada 2024 hingga 2025.
Oleh sebab itu, dia menyampaikan agar masyarakat dapat mengawal proses demokrasi sehingga tetap mencerminkan interaksi gagasan untuk mengatasi berbagai permasalah krusial bangsa
“Jadi Pemilu sebaiknya tidak melulu berbicara terkait koalisi parpol (partai politik), quick count, dan sebagainya,” katanya.
Adapun masalah-masalah krusial yang menurutnya harus segera diatasi, di antaranya ketimpangan ekonomi, kesenjangan lahan, oligarki, politik uang, korupsi dan pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta represi terhadap ruang kebebasan berpendapat bagi masyarakat sipil.