Jalan Berliku demi Laboratorium Tes PCR di Sumbar

Sorta Tobing
29 Maret 2023, 08:26
covid-19, pandemi, Dokter Andani Eka Putra, katadata25
Katadata/Ilustrasi: Lambok Hutabarat
Dokter Andani Eka Putra

Ia merekrut banyak mahasiswa di kampusnya. Mereka berasal lintas fakultas. Total ada 120 orang yang terlibat. Untuk mendapatkan sukarelawan, ia sempat mengalami kesulitan. Mereka banyak yang khawatir dan takut terinfeksi.

Andani lalu mengajarkan para relawan cara yang aman melakukan pengujian. Ia menjamin infeksi jarang terjadi di dalam laboratorium. “Rata-rata tim yang kena (Covid-19) karena infeksi dari luar laboratorium. Bisa dari rumah, ketika makan bersama, dan lainnya,” katanya.

Soal logistik, menurut dia, paling sulit. Saat kasus di Eropa dan Amerika Serikat naik, reagen menjadi langka. Andani bisa mendapatkan reaktan untuk tes Covid-19 itu melalui vendor lamanya. Belum lagi APD dan peralatan lainnya. Ia bersyukur memiliki banyak teman yang membantu.

Dokter Andani Eka Putra
Dokter Andani Eka Putra (Katadata/Muhammad Zaenuddin)

Pelajaran Berharga dari Covid-19

Keberhasilan Andani dalam menginisiasi tes PCR di kampung halamannya mendapat apresiasi pemerintah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutnya Patriot Militan di Tengah Pandemi. Lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merekrutnya menjadi tenaga ahli dalam penanganan pandemi.

Dari pengalamannya, Andani melihat ada tiga hal harus menjadi pelajaran semua pihak, terutama pemerintah. Pertama, laboratorium yang kuat. “Tidak perlu banyak,” katanya. Kualitas pengujian dalam negeri sudah baik dengan sumber daya manusia yang mumpuni.

Untuk membuat laboratorium tersebut, pemerintah harus mau mengalokasikan anggaran untuk teknologi dan sumber daya manusia. Kalau pandemi kembali, pengujian menjadi lebih mudah. Langkah preventif, melalui pengetesan, pun berjalan.

Kedua, membuat sistem logistik yang bagus. Ketika pandemi, urusan logistik menjadi kompleks dan rumit. Pemerintah perlu membuat aturan agar setiap daerah merata mendapatkan bantuan, terutama alat pengujian dan kesehatan.

Ketiga, memperkuat produksi dalam negeri. Tak hanya APD dan masker, tapi juga kit atau alat pengujian. “Supaya tidak bergantung dengan luar negeri,” ucap Andani.

Ia merasakan sendiri bagaimana sulitnya bergantung dari barang impor. Ketika reagen sulit didapat, Andani sampai harus menutup laboratoriumnya. Untungnya hanya sehari dan tidak sering. Kondisi itu sangat merugikan dan menghambat penanganan pandemi.

Dalam kalkulasinya, 90% semua kebutuhan untuk pengujian dan mengobati Covid-19, berasal dari luar negeri, terutama Cina. Kondisi tersebut, menurut dia, harus berubah. Produksi dalam negeri dapat membuat pengujian menjadi lebih konsisten dan murah.

Soal harga, Andani berhasil membuat pengujian PCR di Sumatera Barat secara gratis. Kondisi itu tidak terjadi di provinsi lainnya. Bahkan di Jawa, harganya sempat mencapai Rp 1,5 juta. “Tidak masuk akal. Semahal-mahalnya itu Rp 300 ribu. Okelah, Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu untuk margin keuntungan,” katanya sambil tersenyum.

Saat ini Andani berusaha memproduksi kit secara mandiri. Ia dan timnya sudah membuat 15 kit, termasuk pengujian untuk kanker leher rahim, tuberculosis (TBC), human papillomavirus (HPV), dan lainnya. Harganya jauh di bawah rata-rata.

Misalnya, alat tes untuk HPV di pasaran Rp 800 ribu hingga sejuta rupiah. Dengan alat tes buatan Andani, harganya hanya Rp 200 ribu saja. “Targetnya sampai akhir tahun ada 100 kit untuk pengujian berbagai penyakit,” kata pria yang sempat bercita-cita menjadi wartawan tersebut.

Halaman:

Dalam rangka mengapresiasi para tokoh yang berkontribusi besar dalam penanganan pandemi Covid-19, Katadata menyajikan edisi khusus Katadata25. Sebanyak 25 tokoh atau lembaga kami sajikan dalam beragam konten informatif. Simak rangkaian lengkapnya di sini.

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...