Mahfud Beberkan Data di Balik Transaksi Janggal PNS Kemenkeu Rp 349 T

Abdul Azis Said
29 Maret 2023, 21:32
Mahfud Beberkan Data Dibalik Transaksi Janggal PNS Kemenkeu Rp 349 T
ANTARA FOTO/Prabanndaru Wahyuaji/hp.
Menko Polhukam sekaligus Ketua Komite TPPU Mahfud MD (kedua kiri) bersama Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana (kiri) mengikuti rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023). RDPU tersebut membahas Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) atas permasalahan di Kementerian Keuangan.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana yang hadir dalam rapat itu juga menjelaskan perbedaan antara klaim Sri Mulyani sebelumnya soal transaksi mencurigakan pegawai Kemenkeu hanya Rp 3,3 triliun dengan data PPATK yang berkali lipat lebih besar yakni Rp 35,5 triliun seperti pada kategori pertama. Klaim Sri Mulyani itu disampaikan dalam rapat dengan Komisi XI awal pekan ini.

Ivan menjelaskan, transaksi mencurigakan Rp 35,5 triliun tersebut tak hanya transaksi oknum pribadi, tetapi juga perusahaan yang diduga terafiliasi oknum pegawai. Ia mencontohkan, dalam beberapa surat yang dilaporkan ke Kemenkeu, ditemukan ada satu oknum yang memiliki afiliasi dengan lima hingga delapan perusahaan. Sehingga akumulasi transaksi Rp 35,5 triliun itu termasuk transaksi dari perusahaan cangkang. 

Menurutnya, transaksi perusahaan itu perlu dihitung dan tak bisa dipisahkan karena beberapa temuan, perusahaan itu didaftarakan dengan nama istri, anak, hingga tukang kebun oknum pegawai. Namun, Ivan menyebut dalam paparan Sri Mulyani di Komisi XI lalu, Menkeu memisahkan antara bagian yang menjadi transaksi oknum pegawainya dan bagian perusahan.

"Sehingga angka Rp 35 triliun itu setelah dikeluarkan entitas perusahaan menjadi Rp 22 triliun, lalu dikeluarkan lagi dari yang ada Kemenkeu, maka menjadi Rp 3,3 triliun. Kemudian ramai bahwa PPATK salah dan sebagainya," kata Ivan.

Ivan menilai, tak bisa memisahkan antara transaksi yang dilakukan oleh oknum saja dan transaksi yang dilakukan oleh entitas perusahaan. Hal ini berkaitan dengan modus pencucian uang yang kata dia selalu menggunakan proxy crime alias memakai tangan atau akun orang lain, termasuk entitas perusahan tersebut.

Sri Mulyani dalam rapat Komisi XI awal pekan ini mengatakan telah menerima 135 surat dari PPATK terkait laporan transaksi korporasi dan pegawai Kemenkeu yang nilainya Rp 22 triliun. Sebanyak Rp 3,3 triliun yang kemudian disebut murni berkaitan dengan anak buahnya.

Sisanya, Rp 18,7 triliun merupakan transaksi debit kredit operasional dari perusahaan yang sempat diduga terafiliasi dengan pegawai Kemenkeu. Saat itu, kata Sri Mulyani, Insepktorat Jenderal Kemenkeu meminta PPATK menyelidiki sejunlah pegawainya yang dicurigai mendapat aliran dana dari sejumlah perusahaan. Catatan transaksi dari perusahaan itulah yang terakumulasi Rp 18,7 triliun.

"Tetapi ternyata tidak ada aliran dana ke pegawai yang sedang diinvestigasi maupun keluarganya. Namun tetap kami melakukan hukuman disiplin karena Itjen menemukan pelanggaran lain karena menerima fasilitas dari wajib pajak lain," kata Sri Mulyani, Senin (27/3).

Halaman:
Reporter: Abdul Azis Said
Editor: Lona Olavia
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...