Menakar Dilema Subsidi BBM dan Ekosistem Kendaraan Listrik di RAPBN

Muhamad Fajar Riyandanu
21 Juni 2023, 06:28
Ekosistem kendaraan listrik
Antara Foto/Aditya Pradana Putra
Sejumlah warga mengendarai sepeda motor listrik di Jalan Yos Sudarso, Agats, Kabupaten Asmat, Papua Selatan.

Sejumlah pakar energi menilai keputusan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat menambah volume penyaluran BBM bersubsidi dan elpiji 3 kilogram dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (RAPBN) 2024 kontraproduktif. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan penambahan kuota dan subsidi energi bertolak belakang dengan langkah pemerintah mempromosikan kendaraan listrik.

Bima menjelaskan upaya menaikan besaran bantuan pada BBM bersubsidi dapat menurunkan minat investor kendaraan listrik. Ia menilai stimulus yang diberikan oleh pemerintah untuk mengerek pemakaian kendaraan listrik bakal meredup apabila pemerintah menyetujui pertambahan volume BBM bersubsidi pada RAPBN 2024 nantinya.

"Akhirnya investor jadi bingung kalau melihat postur RAPBN seperti ini. Masyarakat tentu akan tetap memilih kendaraan berbasis BBM karena tidak ada upaya untuk membatasi pemakaiannya," kata Bhima saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (20/6).

Banggar DPR telah menyepakati volume minyak solar subsidi dalam RAPBN 2024 menjadi 18,16 juta hingga 19 juta kiloliter (Kl), lebih tinggi dari volume penyaluran tahun ini sebanyak 17 juta Kl. Selain itu, Banggar DPR juga setuju untuk menaikan volume penyaluran elpiji bersubsidi 3 kg menjadi 8,2 juta sampai 8,3 juta metrik ton. Besaran tersebut naik dari kuota tahun 2023 sejumlah 8 juta metrik ton.

Padahal di sisi lain pemerintah telah mengeluarkan insentif potongan pajak pertambahan nilai (PPN) dan diskon harga hingga Rp 7 juta per unit untuk sepeda motor listrik Menurut Bima penambahan subsidi BBM berpotensi meningkatkan volume penyaluran BBM bersubsidi Pertalite menyusul antisipasi pemulihan ekonomi lanjutan usai meredanya Pandemi Covid-19.

"Meskipun kendaraan listrik sudah diberikan insentif, namun dengan pertimbangan harga dan volume BBM bersubsidi yang terjaga, maka masyarakat akan tetap nyaman menggunakan mobil dan motor BBM," ujar Bhima.

Kebijakan Jelang Pemilu 

Pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, menganggap bahwa inisiatif badan legislatif untuk menyepakati kenaikan volume BBM dan elpiji bersubsidi dilandasi atas dasar politis menjelang Pemilu 2024. Ia menyebut penambahan volume penyaluran energi bersubsidi dengan asumsi dasar target pertumbuhan ekonomi antara 5,1% hingga 5,7% pada tahun depan merupakan upaya untuk mencegah adanya kelangkaan BBM dan elpiji bersubsidi saat musim politik tiba.

"Menjelang tahun politik itu pemerintah sangat menjaga kuota agar tidak terjadi kelangkaan dan merugikan pemerintah yang berkuasa. Hanya saja ini akan menambah beban bagi APBN," kata Fahmy saat dihubungi.

Ia memperkirakan beban keuangan negara pada tahun depan bakal makin tertekan. Alasannya, volume penambahan subsidi energi bakal mengerek alokasi pendanaan yang signifikan di tengah keputusan pemerintah untuk tetap menyalurkan insentif pembelian kendaraan listrik dan konversi sepeda motor BBM ke sepeda motor listrik hingga akhir 2024.

"Saya kira ini kontraproduktif. Di satu sisi ingin terjadi migrasi ke kendaraan listrik makin besar, tapi di sisi lain masih memberikan subsidi BBM murah. Dan dari segi anggaran ada dobel subsidi," ujar Fahmy.

Sebelumnya Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah menyebut Banggar sepakat dengan target pertumbuhan ekonomi hingga 5,7% pada tahun depan. Hal itu didasari bacaan lembaga ekonomi internasional mendukung ekspektasi pertumbuhan yang makin kuat.

Volatilitas harga komoditas juga diramal mereda sehingga DPR sepakat dengan target inflasi pemerintah 1,5%-3,5%. Banggar optimistis terjadi  penguatan rupiah tahun depan tetapi memberi catatan perlu memperluas kerja sama transaksi mata uang lokal. Sementara, imbal hasil atau yield akan menurun karena dolar AS juga melemah.

Harga minyak mentah lebih rendah dari usulan pemerintah di US$ 75-85 karena Banggar melihat harga minyak mentah di level global juga akan terus turun sekalipun ketegangan geopolitik masih berlangsung. Catatan lainnya, Banggar meminta pemerintah meningkatkan upaya untuk mendongkrak lifting migas.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...