Sengketa Hotel Sultan, Pemerintah: Sertifikat Tanahnya Sudah Mati

Andi M. Arief
30 Oktober 2023, 16:00
Petugas memasang spanduk pemberitahuan di depan Hotel Sultan, Kompleks GBK, Jakarta, Rabu (4/10/2023). Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) memasang spanduk pemberitahuan tanah aset negara di Hotel Sultan, dan mengingatkan pengelola hotel
ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/Spt.
Petugas memasang spanduk pemberitahuan di depan Hotel Sultan, Kompleks GBK, Jakarta, Rabu (4/10/2023). Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPKGBK) memasang spanduk pemberitahuan tanah aset negara di Hotel Sultan, dan mengingatkan pengelola hotel itu segera mengosongkan lahan di Blok 15 kawasan GBK.

Menurut dia, HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora diterbitkan pada 1974, sedangkan HPL No. 1/Gelora baru terbit pada 1989.  "Jika Sekretaris Negara cq. PPKGBK mau kosongkan lahan berdasarkan HPL No.1/Gelora, maka mereka keliru karena HGB No. 26 dan No. 27 ada di atas tanah negara bebas," ujarnya.  

Tanah negara bebas yang ia maksud adalah berada di atas tanah yang bukan hak negara. Karena itu, Indobuildco berharap proses pembaruan hak atas HGB No. 26/Gelora dan No. 27/Gelora diberikan pemerintah sesuai perundangan berlaku.

Hotel Sultan
Hotel Sultan (Instagram/Hotel Sultan)

Tidak Ada Permohonan Izin

Salah satu gugatan yang dilayangkan Indobuildco adalah mengizinkan perpanjangan masa berlaku HGB No. 26/ Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Namun, Kharis mengatakan kliennya tidak pernah menerima permohonan perpanjangan tersebut.

Permohonan tersebut harus dilayangkan ke kliennya lantaran kedua sertifikat tersebut telah melebur ke HPL No. 1/Gelora. "Bagaimana bisa memberi izin kalau tidak diminta izinnya ke Kementerian Sekretariat Negara atau PPKGBK?" ujarnya.

Kuasa Hukum PPKGBK Saor Siagian menyampaikan pemerintah telah beritikad baik dengan memperpanjang masa berlaku HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora pada 2003 walau prosesnya masih dipertanyakan. Proses perpanjangan kedua sertifikat tersebut telah menjerumuskan pegawai negara ke penjara.

Perpanjangan HGB milik Indobuildco pada 1999 terjerat dalam kasus korupsi. Pada 2007, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman pidana tiga tahun ke kepala kantor wilayah DKI Jakarta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Robert Lumempouw. Ia dianggap menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, dan sarana dengan memperpanjang kedua HGB milik perusahaan tersebut.

Tersangka lain dalam kasus ini adalah Pontjo Sutowo dan kuasa hukum Indobuildco Ali Mazi. Namun, pengadilan memvonis bebas baik Pontjo maupun Ali, yang saat itu merupakan Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif. Menurut Menteri Sekretaris Negara pada saat itu Yusril Ihza Mahendra, negara diperkirakan merugi hingga Rp1,9 triliun karena kasus korupsi ini.

Namun, pemerintah tetap memperpanjang masa berlaku HGB No. 26/ Gelora dan HGB No. 27/Gelora hingga paruh pertama tahun ini. Saur menyebut Mahkamah Agung telah menetapkan HPL No. 1/Gelora sebagai dokumen yang sah dan mengikat.

Pontjo telah melakukan permohonan pengujian kembali terhadap ketetapan tersebut pada 2011, 2014, 2016, dan 2022 namun berujung buntu. "Kami agak tidak paham upaya hukum yang dilakukan oleh saudara Pontjo Sutowo yang kembali menggugat status HPL No. 1/Gelora tahun 1989 itu," ujarnya.

Halaman:
Reporter: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...