Menilik Aturan Netralitas ASN Beserta Sanksi Jika Melanggar
Untuk menegaskan netralitas, Komisi Aparatur Sipil Negata atau KASN, meluncurkan slogan 'ASN Pilih Netral'. Ketua KASN Agus Pramusinto mengimbau agar slogan tersebut disebarkan dan diunggah oleh para ASN sebagai bentuk komitmen untuk tidak terlibat dalam politik.
Netralitas ASN memang menjadi topik yang terus didorong oleh pemerintah sejak akhir tahun lalu, mengingat pelaksanaan Pemilu 2024 sudah di depan mata.
Tahun lalu, pemerintah kengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai ASN.
SKB ini ditandatangani oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Plt. Badan Kepegawaian Negara Bima Wibisana, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, dan Ketua KASN.
Apa dasar hukum yang digunakan untuk menegakkan netralitas ASN, serta seperti apa bentuk sanksi atas pelanggaran netralitas ini? Simak ulasan berikut ini.
Pengertian dan Dasar Hukum Netralitas ASN
Mengutip laman resmi Bawaslu, asas netralitas ASN adalah ketidakberpihakan aparatur sipil Negara, termasuk di dalamnya pegawai negeri sipil (PNS), untuk tidak berpihak dan tidak terpengaruh dari kepentingan manapun.
Hal ini didasarkan atas nilai-nilai ASN yang menyatakan, bahwa ASN harus menjalankan tugas dan kewajiban secara sungguh-sungguh dan profesional, tidak memihak, serta menciptakan lingkungan kerja yang non diskriminatif.
ASN wajib menjalankan tugas sesuai ketentuan perundang-undangan, sesuai perintah atasan atau pejabat yang berwenang, sejauh tidak bertentangan dengan peraturan dan etika pemerintahan.
Dasar hukum yang mengatur netralitas ASN, adalah Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang berbunyi "setiap pegawai Aparatur Sipil Negara harus patuh pada asas netralitas dengan tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepentingan tertentu".
Selain itu, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga terdapat pasal mengenai netralitas ASN. Kemudian, dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 juga diatur terkait netralitas ASN.
Dalam Pasal 70 Ayat (1) UU 10/2016, disebutkan secara tegas, bahwa dalam kampanye pasangan calon dilarang melibatkan ASN. Selain itu, dalam Pasal 71 Ayat (1), disebutkan larangan pembuatan keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon kampanye.
Patut diingat, asas netralitas ini tidak hanya berlaku untuk Pemilihan Presiden (Pilpres), melainkan juga untuk Pemilihan Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Sanksi Pelanggaran Netralitas ASN
Konsekuensi adanya aturan terkait netralitas ASN, adalah adanya sanksi yang dijatuhkan bagi pelanggaran. Sanksi yang diberikan, tentunya mengacu pada jenis pelanggaran netralitas yang dilakukan seorang ASN.
Terkait sanksi pelanggaran netralitas ASN, diatur dalam Pasal 494 UU 7/2017, yang menyebutkan bahwa setiap ASN yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye salah satu calon pasangan dalam Pemilu, dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 12 juta.
Adapun, aturan terkait larangan dan sanksi yang lebih rinci, tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021.
Dalam ketentuan Pasal 5 huruf n PP 94/2021, disebutkan ASN dilarang memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD dengan cara-cara antara lain:
- Ikut kampanye.
- Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS.
- Sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain.
- Sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
- Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye.
- Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
- Memberikan surat dukungan disertai fotokopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk.
Terhadap pelanggaran netralitas ASN tersebut, dapat dikenakan hukuman disiplin berat, sebagaimana ketentuan Pasal 8 Ayat (4) PP 94/2021, yakni sebagai berikut:
- Penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan.
- Pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 bulan.
- Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri.
SKB untuk Memastikan Netralitas ASN
Sebagai langkah pencegahan menjelang Pemilu 2024, pemerintah menerbitkan SKB Menteri Pemberdayaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Kepala Badan Kepegawaiann Negara dan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor: 2 Tahun 2022, Nomor: 800-5474 Tahun 2022, Nomor: 246 Tahun 2022, Nomor: 30 Tahun 2022, Nomor: 1447.1/PM.01/K.1/99/2022 tentang pedoman pembinaan dan pengawasan netralitas pegawai Aparatur sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan pemilihan umum.
Bentuk pelanggaran dan jenis sanksi atas pelanggaran netralitas ASN yang diatur dalam SKB 5 Menteri/Kepala lembaga antara lain:
1. Pelanggaran Kode Etik
Berikut ini beberapa pelanggaran kode Etik yang diatur dalam SKB.
- Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan.
- Sosialisasi/kampanye Media Sosial/Online Bakal calon Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon anggota DPR, calon anggota DPD, atau calon anggota DPRD.
- Menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan secara aktif.
- Membuat postingan, commen, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon.
- Memposting pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan bakal calon, tim sukse dengan menunjukk/memperagakan Simbol keberpihakan/memakai atribut parpol.
- Ikut dalam kegiatan kampanye/sosialisasi/ pengenalan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan.
- Mengikuti deklarasi/kampanye bagi suami atau istri calon dengan tidak dalam status cuti diluar tanggung negara (CLTN).
2. Pelanggaran Disiplin
Beberapa pelanggaran disiplin yang diatur dalam SKB antara lain sebagai berikut.
- Memasang spanduk/baliho/alat peraga lainnya terkait bakal calon peserta pemilu dan pemilihan. (Hukuman Disiplin Berat).
- Sosialisasi/kampanye Media Sosial/Online Bakal Calon peserta pemilu dan Pemilihan (Hukum Disiplin Berat).
- Melakukan pendekatan kepada Parpol sebagai bakal calon peserta pemilu atau pasangan perseorangan. (Hukum Disiplin Berat).
- Menghadiri deklarasi/kampanye pasangan bakal calon dan memberikan tindakan/dukungan keberpihakan. (Hukuman Disiplin Berat).
- Menjadi anggota dan/atau pengurus Partai Politik (Diberhentikan tidak dengan Hormat).
- Membuat postingan, comment, share, like, bergabung/follow dalam grup/akun pemenangan bakal calon peserta pemilu dan pemilihan (Hukuman Disiplin Berat).
- Memposting pada media sosial/media lain yang dapat diakses publik, foto bersama dengan bakal calon, tim sukses dengan menunjukk/memperagakan simbol keberpihakan/memakai atribut parpol. (Hukuman Disiplin Berat).
- Mengadakan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan terhadap parpol atau calon peserta pemilu dan pemilihan. (Hukuman Disiplin Berat).
- Menjadi tim ahli/tim pemenangan/konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon peserta pemilu atau peserta pemilihan sebelum penetapan peserta pemilu atau peserta pemilihan. (Hukuman Disiplin Sedang).
- Menjadi tim ahli/tim pemenangan/konsultan atau sebutan lainnya bagi bakal calon peserta pemilu atau peserta pemilu setelah penetapan peserta pemilu atau peserta pemilihan. (Hukuman Disiplin Berat).
- Memberikan dukungan kepada bakal calon perseorangan dengan memberi surat dukungan atau mengumpulkan fotocopy KTP atau Suket penduduk. (Hukuman Disiplin Berat).
- Membuat keputusan / tindakan yang dapat menguntungkan/merugikan partai politik atau calon atau pasangan calon. (Hukuman Disiplin Berat).