Romo Magnis Ungkap 5 Pelanggaran Etika Berat Pilpres 2024 di Sidang MK
Pelanggaran etika yang kedua berkaitan dengan keberpihakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan abuse of power terhadap paslon tertentu. Ia menegaskan pentingnya netralitas seorang presiden dalam konteks politik.
Menurut Romo Magnis meskipun secara pribadi memiliki preferensi politik, seorang presiden seharusnya tetap netral. Presiden tidak menggunakan kekuasaannya untuk mempengaruhi atau mendukung secara tidak adil salah satu calon dalam pemilihan umum.
Hal ini menurut Romo Magnis melanggar prinsip berdemokrasi, dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat merusak integritas proses ketatanegaraan. Oleh karena itu, penting bagi seorang presiden untuk mematuhi etika dan menjaga independensi serta netralitasnya sebagai pemimpin negara.
Pelanggaran etika ketiga berkaitan dengan nepotisme. Romo Magnis memaparkan pandangan moral tentang tanggung jawab seorang pemimpin terhadap rakyatnya.
Menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk kepentingan pribadi atau keluarga dianggap sebagai tindakan yang memalukan dan menunjukkan ketidakmampuan pemimpin tersebut untuk memahami esensi dari jabatannya. “Kalau seorang presiden memakai kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh bangsanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri, itu amat memalukan,” ujar Franz Magniz.
Keempat, Romo Magnis menyoroti pembagian bantuan sosial (bansos). Menurutnya, bansos bukan semata-mata milik presiden, namun milik semua bangsa Indonesia yang pembagiannya sudah diatur oleh kementerian dengan aturan yang ada.
Adapun pelanggaran etik kelima berupa manipulasi dalam proses pemilu yang terlihat gamblang. Ia berpendapat hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan demokrasi. Tindakan semacam ini memungkinkan terjadinya kecurangan yang merusak integritas proses demokrasi.