Skema Kemitraan, Solusi Mendorong Produktivitas Pangan

Michael Reily
12 Maret 2018, 15:01
sawah
ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
Seorang petani menyemprotkan racun pembasmi hama di persawahan Desa Tana Harapan, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Kamis (16/3). Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan pencetakan sawah baru pada 2017 seluas 2.500 hekta

Sementara di sisi lain, pertanian diakui memiliki sumbangan besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mencatat bahwa penyerapan tenaga kerja sektor pertanian, peternakan, dan perikanan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap angka serapan tenaga kerja sebesar 0,47%.

“Tenaga kerjanya cukup tinggi dibandingkan bidang lainnya, tapi jumlahnya menurun, ” ujar Askolani.

Karenanya ia berharap agar mutu hasil tanaman pangan dan produk hortikultura, serta peternakan dan perikanan terus meningkat. Terlebih anggaran untuk subsidi pangan terus besar, yakni bisa mencapai Rp 28 triliun tahun ini. "Kadin dan kalangan pengusaha diharapkan mendukung agar hasil produksi sektor pangan bisa semakin bermanfaat kepada masyarakat," ujarnya.

Ahli ekonomi Aviliani menilai upaya peningkatan kesejahteraan dan akses permodalan petani bisa diawali dengan upaya pengelompokan. Tujuannya agar mudah menemukan skema yang menarik untuk pengusaha serta petani. Sehingga makan memudahkan proses pembinaan ke petani nelayan dan peternak, kemudian disusul langkah sertifikasi lahan dipercepat untuk yang memiliki lahan. "Sehingga jaminan dari bank bisa lebih mudah," tuturnya.

Sementara itu sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla menuturkan tantangan industri pangan saat ini cukup berat seiring dengan melonjaknya jumlah penduduk, keterbatasan lahan pertanian dan perubahan iklim. Pertumbuhan jumlah penduduk yang lebih cepat dari jumlah ketersediaan pangan, salah satunya bisa diantisipasi dengan penguasaan teknologi.

"Teknologi pangan bisa terwujud jika semua pemangku kepentingan bekerja sama," ujar Kalla memberikan sambutan acara Jakarta Food Security Summit di Jakarta Convention Center, pekan lalu.

Pengusaha dan pemerintah didorong bisa saling berkolaborasi dalam pengembangan teknologi pangan, misalnya lewat pemanfaatan pusat riset pemerintah dengan kemampuan pengusaha guna mendorong produktivitas tanaman pangan lebih tinggi.

Dengan begitu, pemerintah dan pengusaha bisa mendorong petani menggunakan sistem pertanian yang modern dan berteknologi maju. “Semua tantangan harus jadi peluang,” jelas Kalla.

Ia juga mencatat, tantantangan lain yang dihadapi dalam upaya pemenuhan kebutuhan pangan adalah semakin berkurangnya tenaga kerja di sektor pertanian dari 42% menjadi 31% dari total jumlah penduduk Indonesia.

Selain itu, berkurangnya jumlah tenaga kerja sektor pertanian juga tidak diikuti dengan perbaikan pendapatan petani, yang mana upah petani saat ini masih berada di bawah rata-rata Upah Minimum Regional (UMR).

Produktivitas tanaman juga dinilai tidak mampu menolong peningkatan pendapatan petani. Saat ini, Indonesia hanya mampu memproduksi padi sebanyak 5,5 ton per hektare, jauh di bawah Malaysia yang bisa mencapai 8 ton per hektare. Begitu juga dengan kelapa sawit, Indonesia masih kalah saing dalam hal produktivitas.

Sementara produktivitas masih rendah, harga pangan dunia terus mengalami peningkatan. Contohnya seperti pada harga beras impor yang pada tahun 2000 harganya hanya sekitar US$ 170 per ton dan 18 tahun kemudian harganya sudah jauh meningkat menjadi US$ 420 per ton.

Karenanya, ia meminta ketahanan pangan mesti ditingkatkan setiap tahunya, guna mengimbangi kebutuhan penduduk yang naik sebesar 3% seiring dengan angka pertumbuhan penduduk serta harga bahan kebutuhan pokok yang terus tinggi mengikuti biaya logistik.

Halaman:
Editor: Ekarina
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...